Indonesia Krisis ISBN? Penyebab dan Cara Mengatasinya

Ilustrasi krisis isbn di indonesia
Sumber: flickr.com/guihemvellut

BILIK SASTRA – Sobat BiSa, tahukah kamu bahwa jagad media sosial beberapa waktu lalu diramaikan dengan pembahasan mengenai krisis ISBN. Saking ramainya, topik tersebut sempat menjadi trending topic di platform Twitter atau X. 

Biasanya, ISBN dapat kita temui pada bagian belakang sampul buku yang berfungsi sebagai identitas sebuah buku. Ingin tahu lebih lengkap? Yuk, simak penjelasan mengenai ISBN dan alasan di balik krisis ISBN.

Apa itu ISBN?

Mengutip dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Edisi Kelima, ISBN (International Standard Book Number) adalah sistem pengkodean buku berupa deretan angka 13 digit yang memuat judul, nama penerbit, dan kelompok penerbit. 

Sebagai lembaga yang mengurus penerbitan buku, Badan Internasional ISBN di London memberikan wewenang bagi Perpusnas RI untuk menerbitkan ISBN di Indonesia dan KDT (Katalog dalam Terbitan). 

Uniknya, nomor ISBN antara satu buku dengan lainnya berbeda satu sama lain. Tidak heran, setiap ISBN menjadi identitas yang membedakannya dari buku lainnya. 

Struktur dan pencantuman ISBN 

Dalam membuat nomor ISBN juga tidak bisa sembarangan, loh. Ada beberapa ketentuan yang harus penerbit dan Perpusnas perhatikan untuk menerbitkan nomor ISBN. 

Jumlah 13 digit pada ISBN terdiri dari 5 bagian yang masing-masing dipisahkan oleh tanda baca hyphen atau pemisah (-). Contohnya, nomor ISBN 978–602–0330–52–5

  • Tiga digit awal (978) merupakan angka pengenal produk terbitan buku dari EAN (Prefix identifier).
  • Tiga digit selanjutnya (602) adalah kode kelompok (group identifier). 
  • Empat digit berikutnya (0330) ialah kode penerbit atau publisher prefix
  • Dua digit (52), yaitu kode judul (title identifier).
  • Satu digit terakhir merupakan angka pemeriksa (check digit).

Pencantuman ISBN juga memiliki aturan. Lazimnya, ISBN harus berada pada bagian bawah sampul belakang, halaman di balik halaman judul atau verso, dan punggung buku atau spine untuk buku yang ukurannya lebih tebal. 

Baca juga: Melihat Sastra Indonesia dari Kacamata Gen Z

Fungsi ISBN

Secara umum, ISBN berfungsi untuk menandai atau menamai buku yang terbit. Melansir dari situs perpusnas.go.id, terdapat tiga fungsi utama dari ISBN, yaitu:

  1. Memberikan identitas pada judul buku yang sudah sebuah penerbit terbitkan;
  2. mempermudah arus penjualan dan pendistribusian buku sehingga meminimalisir kekeliruan dalam pemesanan buku;
  3. dan menjadi media promosi penerbit menjual buku terbitannya secara nasional maupun internasional. 

Cara mendapatkan nomor ISBN

Perlu dicatat, jenis terbitan yang bisa mendapatkan ISBN hanya ada beberapa jenis yang sudah ditetapkan Perpusnas. Terdapat sepuluh jenis terbitan yang bisa mendapatkan ISBN, yaitu

  • Buku tercetak atau monografi dan pamflet
  • Film, video, dan transparansi yang bersifat edukatif
  • Buku peta
  • Terbitan braile
  • Terbitan microform
  • Terbitan elektronik, contohnya CD-ROM, disket, publikasi di internet, dan machine-readable)
  • Audiobooks pada kaset, CD, atau DVD
  • Mixed-media publications yang mengandung teks
  • Salinan digital dari cetakan monograf
  • Software edukatif

Untuk mendapatkan nomor ISBN, penerbit bisa melakukannya secara offline atau pun online. Perpusnas menyediakan layanan tersebut setiap hari kerja pada pukul 09.00–15.00 WIB. Berikut langkah-langkah pengajuannya. 

  1. Khusus penerbit baru harus mengisi formulir pernyataan dengan stempel penerbit dan menunjukkan bukti legalitas penerbit atau lembaga yang bertanggung jawab lewat akta notaris.
  2. Setelah itu, membuat surat permohonan atas nama penerbit yang sudah mendapatkan stempel untuk buku yang akan diterbitkan. 
  3. Terakhir, penerbit harus melampirkan fotokopi naskah buku yang terdiri dari halaman judul, halaman balik hal judul, kata pengantar, dan daftar isi. 

Krisis ISBN di Indonesia 

Krisis ISBN mulai terasa sekitar tahun 2020–2021 saat masa pandemi. Badan Internasional ISBN biasanya memberikan jatah nomor khas ISBN atau block number ke setiap negara. Indonesia mendapatkan jatah sekitar 1 juta kouta ISBN 978–979 yang habis dalam kurun waktu 18 tahun (1986–2003) dan di periode berikutnya habis dalam 15 tahun (2003-2018).

Untuk periode berikutnya, Indonesia kembali mendapatkan kuota ISBN 978–623 dengan jumlah yang sama. Namun, hanya dalam kurun waktu enam tahun (2018-2023), ISBN sudah diterbitkan sebanyak 730.185 sehingga menyisakan 269.815 kouta.

Lonjakan penerbitan ISBN tersebut tentu sangat berdampak bagi Indonesia. Bila boleh dibandingkan dengan rata-rata penerbitan ISBN yang berkisar 10 tahun, Indonesia hanya bisa menerbitkan sekitar 67.000 ISBN untuk empat tahun ke depan. Oleh sebab itu, Indonesia mendapat teguran karena lonjakan yang tidak wajar tersebut. 

Baca juga: Literasi Digital sebagai Etika dalam Media Digital

Penyebab krisis ISBN 

Di media sosial, banyak yang berspekulasi bahwa krisis ISBN akan semakin diperburuk dengan penerbitan buku fanfiction dan jenis buku serupa. Namun pada kenyataannya, bukan itu penyebab utamanya. Krisis tersebut terjadi karena penerbitan nomor ISBN yang tidak tepat dan sebenarnya tidak perlu ISBN. 

Mengutip dari ikapi.org, penerbitan buku yang tidak memerlukan ISBN, yaitu seperti buku yang dipublikasikan oleh instansi pendidikan sekolah atau universitas. Karena kewajiban civitas academica dan pegawai instansi untuk menerbitkan buku, banyak buku yang mereka publikasikan ber-ISBN. Padahal, jenis terbitan tersebut tidak wajib diberikan nomor ISBN. 

Penyebab tersebut cukup diyakini dan mempunyai alasan yang masuk akal. Dengan begitu, banyak pihak, termasuk Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi), ikut menanggapi fenomena tersebut. 

Saya pun juga cukup sepakat dengan pernyataan tersebut. Kurangnya pemahaman akan regulasi jenis terbitan yang layak ber-ISBN pada penerbit baru maupun lama menyebabkan lonjakan penerbitan ISBN. 

Cara mengatasi krisis ISBN 

Munculnya krisis ISBN tidak bisa kita sepelekan karena hal tersebut sangat berdampak pada arus penerbitan buku nasional. Untuk mengatasinya, penerbit serta masyarakat luas perlu pemahaman akan jenis terbitan mana yang wajib dan tidak wajib mendapatkan ISBN. 

Terbitan yang tidak bisa diberikan ISBN sudah dipaparkan di situs perpusnas.go.id, berikut rinciannya. 

  • Surat elektronik
  • Iklan
  • Permainan
  • Kartu ucapan 
  • Printed music 
  • Terbitan yang terbit secara tetap (majalah, buletin, dll)
  • Rekaman musik
  • Dokumen pribadi, seperti biodata atau profil pribadi elektronik
  • Software selain edukasi termasuk game
  • Buletin elektronik

Selain itu produk publikasi perguruan tinggi atau lembaga yang hanya tersedia untuk kalangan tertentu sebenarnya tidak memerlukan ISBN. Terbitan yang ber-ISBN harus bisa dikonsumsi secara umum sehingga bisa bermanfaat secara luas. 

Sebagai langkah penangannya, Perpusnas mulai menerapkan peraturan baru untuk penerbitan ISBN. Salah satunya, setiap penerbit wajib mencantumkan bukti legalitas perusahaannya dan harus mempunyai situs resmi sendiri yang dapat diakses secara umum. 

Nah, itulah penjelasan hingga alasan krisis ISBN terjadi yang sempat menjadi bahan perbincangan warganet. Perlu kita ingat bahwa penerbitan ISBN tidak boleh sembarangan. Jadi, setiap penerbit diharapkan lebih menimbang kembali buku yang akan diterbitkan sehingga ekosistem penerbitan di Indonesia bisa aman. 

Editor: Iska Pebrina

Sumber: 

perpusnas.go.id. https://isbn.perpusnas.go.id/Home/InfoIsbn#info3, 4 Desember 2023

ikapi.org. https://www.ikapi.org/2022/07/14/isbn-bukan-untuk-gengsi/, 4 Desember 2023

Cesilia Sasanda

Manusia absurd yang mempunyai beragam mimpi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *