Penulis : Franzeska Aurellia Oenang
Bagian 2
Sang surya pun pelan-pelan mulai memunculkan sosoknya menandakan hari sudah berganti dari malam menjadi pagi. Dengan mata yang masih sangat berat, mau tidak mau, suka tidak suka April harus segera beranjak dari kasurnya dan mulai bersiap untuk segera berangkat ke kantornya.
Setelah menempuh perjalanan kurang lebih 15 menit menggunakan sepeda motor, April pun telah tiba di kantornya, dan dengan tidak terlalu bersemangat, ia melangkahkan kakinya masuk ke gedung kantornya.
“April, saya minta tolong untuk fotokopi semua dokumen ini secepatnya ya,” perintah atasan tempat April bekerja, Pak Jona. Tanpa menunggu lebih lama, gadis itu langsung melangkah ke mesin fotokopi.
“Eh, April, selamat ya atas pertunangannya minggu lalu. Maaf ga bisa dateng pas acara kamu, kebetulan aku baru banget sampe ke Batam hari ini.” kata Jian, teman satu divisi April di kantor.
“Oh, hai Kak Jian! Iya, gapapa kok, kak, santai aja, thank you yaa!” balas April dengan senyum sumringahnya.
April merasa semuanya normal-normal saja. Tidak ada yang aneh, bukan? Tapi, mengapa seperti ada yang mengganjal? Tapi ia tidak tahu apa itu. Setelah menuntaskan pekerjaannya dalam hal fotokopi, ia langsung menyerahkannya ke Pak Jona dan melanjutkan kembali aktivitasnya seperti biasa.
Baca juga: Kenangan Akhir Tahun yang Tak Terlupakan
Bulan berganti bulan, hari berganti hari. Hanya sepuluh hari lagi April akan melangsungkan pernikahannya dengan Dion. Tentu saja gadis itu kini tengah merasa sangat sibuk untuk mempersiapkan beberapa hal selayaknya orang yang ingin mengadakan acara pernikahan.
Sekarang, April sedang menjalankan sebuah rapat dengan pihak wedding organizer yang ia percayai untuk acara pernikahannya tanpa Dion. Calon suaminya mengatakan bahwa hari ini ia masih memiliki jadwal yang sangat padat sehingga April sendirian fokus mengikuti rapat hingga akhir.
“Baik Kak April, nanti jika ada lagi update lebih lanjut atau apa yang memang ingin ditanyakan, boleh silahkan hubungi kami ya kak, hati-hati di jalan!” Ujar sang pemilik vendor sambil bersalaman dengan April.
“Siap, kak. Duluan ya, thank you!” pamit April.
Karena belum ingin pulang ke apartemennya, ia memutuskan untuk pergi dahulu ke cafe kesukaannya. Jaraknya lumayan jauh, 5.5 kilometer dari area rapat April sekarang. Tetapi, jarak tak menghalanginya untuk tetap tancap gas ke cafe tersebut.
Parkiran yang persis di depan cafe tersebut sedang penuh, tidak ada lagi tempat bagi April untuk memarkirkan mobilnya. Ia memutuskan untuk parkir ke lahan parkir yang berjarak empat ruko dari cafe langganan kesukaannya. Urutannya ada satu cafe lainnya, salon kecantikan, toko roti dua pintu, barulah cafe langganan April.
Selagi berjalan, April celingak celinguk sekilas memandangi isi dalam toko-toko tersebut.
“Eh, kok cowok itu…” batin April melihat ke dalam toko roti tersebut. Tampak sesosok laki-laki berpostur tinggi dengan kemeja biru laut polos dengan celana jeans berwarna hitam dengan pantofel glossy senada dengan jeans. Untuk memastikan lagi, April berhenti dan memandangi lelaki tersebut dari luar toko. April hanya mengintip sebisanya meskipun dihalangi oleh kaca toko itu.
Jantung April berdegup 500 kali lebih kencang rasanya. Masalah terbesarnya, April melihat dengan kepala dan matanya sendiri bahwa Dion tengah merangkul mesra seorang perempuan yang April sendiri sama sekali tidak tahu siapa itu. Mereka berdua asyik tertawa riang sambil rangkul-rangkulan dengan sangat mesra layaknya pasangan yang baru jadian kemarin.
April langsung masuk ke dalam toko roti tersebut dan melabrak dua orang tersebut. Keributan pun tak terhindarkan. Pada akhirnya, April yang menangis lalu pergi meninggalkan Dion dan selingkuhannya tersebut.
“April, aku benar-benar minta maaf. Aku janji ga akan selingkuh lagi. Serius, Zia yang selalu deketin aku duluan, Pril, bukan aku!” bujuk Dion.
Setelah kejadian tadi, Dion mengejar April yang menangis tadi hingga ke apartemen sang kekasih. Kini, mereka berdua tengah duduk di ruang tamu dengan April yang hanya dapat tertunduk muram, tak sekalipun ia menatap wajah kekasihnya.
Terhitung sudah dua jam Dion mengoceh dengan sejuta pembelaannya. Berkebalikan dengan April yang terdiam seribu bahasa karena sudah lelah dengan semuanya.
“April, kita sepuluh hari lagi bakal nikah, nggak mungkin ‘kan kita putus sekarang. Semua undangan udah disebar, Pril.”
Ini ternyata sudah keempat kalinya April menciduk perselingkuhan kekasihnya itu. April sudah mendapatkan nasihat oleh semua pihak untuk segera mengakhiri hubungannya dengan Dion. April sudah sangat tersiksa di dalam hubungan toxic tersebut. Namun, April tidak bisa melepas Dion. Ia merasa bahwa yang dapat menerima dirinya apa adanya hanyalah Dion seorang selama tiga tahun belakangan ini. Sikap manipulatifnya Dion membuat gadis itu merasa terjerat dan terikat seluruhnya.
April merasa karena mereka sudah menyebarkan undangan pernikahan, tidak mungkin ia membatalkan semuanya. Pada akhirnya, ia memaafkan Dion untuk entah sudah keberapa kali. Tak terhitung.
Baca juga: Atma di Persimpangan Jalan Ibu Kota
Tujuh bulan pun telah berlalu sejak pernikahan Dion dan April. Dapat tertebak, pernikahan mereka malah dilanda banyak pertengkaran dan bumbu kekacauan. Tetapi, sama halnya dengan saat berpacaran, April tidak mau melepaskan suaminya.
“Emang masih ada yang mau sama janda kayak aku?”
“Aku masih sayang dan cinta banget sama Dion, aku nggak bisa.”
“Dion itu, dia baik banget kok, tapi memang dia beberapa kali selingkuh. Tetapi, habis itu dia tobat kok. Aku seneng kalau dia tobat dan selalu balik ke aku, mau bagaimanapun itu.”
Kalimat-kalimat tersebut merupakan perkataan yang memang sudah tertanam di dalam diri April, dan rasanya hanya Tuhan maha membolak-balikkan hati manusia yang dapat mengetuk pintu hati April untuk menyadarkannya.
Hari-hari di bahtera rumah tangganya, April jalani dengan makan hati. Perselingkuhan, adu mulut, perilaku kasar Dion. Hidup yang ia jalani sekarang bak neraka yang tidak tahu kapan ujungnya. Hanya siksaan dan tekanan batin yang ia rasakan. April sendiri yang memang memutuskan untuk tidak mau lari dan menyelamatkan dirinya karena sudah terjerumus sangat dalam.
April baru saja bertengkar hebat dengan Dion karena permasalahan mengenai perselingkuhan dan Dion tengah keluar untuk mencari angin segar. Tiba-tiba, ia berniat untuk mengubek-ubek kembali sebuah rak satu tingkat berwarna hitam yang April fungsikan sebagai tempat menyimpan bukti perselingkuhan Dion di gudang rumah. Ia mencari beberapa foto yang telah ia cetak dan beberapa bukti screenshot yang sudah ia print. Rencananya, setelah Dion pulang, April akan menunjukkan beberapa bukti yang belum sempat ia paparkan.
Di tengah menggali rak hitam tersebut, April menemui sebuah buku ungu yang berjudul “Khusus untukmu”. Ia kebingungan menatap buku tersebut sembari memegangnya dan membolak-balikkan buku tersebut. Rasanya, ia tidak pernah membeli buku ini, apalagi Dion, tidak mungkin. “Eh, ini punya siapa ya?”
April membuka buku tersebut, dan di halaman pertama hanya terdapat sebuah kalimat yang bertuliskan “Sudah terwujud.” Halaman selanjutnya kosong semua, tidak ada setitik tinta pun yang tergores di permukaan lembaran kertas tersebut. April memiliki tanda tanya besar di benaknya mengenai buku apa ini dan mengapa tiba-tiba muncul di sana.
Karena sudah lelah meninggikan suara dan menangis tadi, rasa ngantuk April tak terbendung lagi. Ia memutuskan untuk tidur sejenak untuk menyegarkan kembali pikirannya dan melarikan diri dari realita sejenak, meskipun hatinya masih sangat pilu bukan main.
Baca juga: Cerbung: Rasa yang Seharusnya Tak Ada Bagian 1
April bangun dari tidurnya ketika sebuah suara dari seorang perempuan yang familiar memekikkan telinganya dan membangunkannya karena terkejut. “April!April! Astaga, kamu udah 15 jam nggak bisa aku hubungin. Kenapa ngga bisa dihubungi? Kita semua udah panik tau, ternyata sibuk tidur!” oceh Vero tanpa henti.
“Loh, kok…” April merasa bingung karena ia terbangun bukan di tempat yang terakhir ia tidur. Hal yang ia ingat adalah terakhir ia sedang berantem besar dengan Dion dan menemukan sebuah buku ungu, lalu… “Tadi semuanya cuman mimpi?”
“Kalau Vero bilang tadi 15 jam aku ga bisa dihubungin, berarti aku udah tidur sampai 15 jam ya. Wah, gila aku emang lagi kecapekan banget sih belakangan ini sampe tepar gitu.” batin April.
“Bentar Ver, aku mau ambil barang di ruang tamu,” respon April terhadap omelan Vero membuat gadis itu semakin menggerutu dan merutuki April lebih karena kepanikan yang ditimbulkannya. Vero mengira anak tersebut entah kemana, ternyata hanya hibernasi yang berlebih.
April segera beranjak dari kasur dengan mata yang masih agak mengantuk dan kepala yang sedikit kliyengan menuju ke ruang tamu. Ia langsung meraih buku ungu yang duduk manis di atas meja ruang tamunya. Tanpa babibu, langsung April buka lembaran pertama tersebut dan tiba-tiba tulisan yang sebelumnya ia tulis bahwa ia ingin menghapus luka dan trauma karena kisah cintanya tercoret oleh sebuah garis dan ada simbol centang di sebelah kanan kalimat tersebut.
“ ̶A̶k̶u̶ ̶m̶a̶u̶ ̶m̶e̶n̶g̶h̶a̶p̶u̶s̶ ̶s̶e̶m̶u̶a̶ ̶r̶a̶s̶a̶ ̶s̶a̶k̶i̶t̶ ̶d̶a̶n̶ ̶t̶r̶a̶u̶m̶a̶ ̶y̶a̶n̶g̶ ̶a̶d̶a̶ ̶d̶i̶ ̶d̶a̶l̶a̶m̶ ̶d̶i̶r̶i̶k̶u̶ ̶k̶a̶r̶e̶n̶a̶ ̶j̶a̶t̶u̶h̶ ̶c̶i̶n̶t̶a̶.” ✓
Seketika, bulu kuduk April merinding. Buku ini bukan sembarang buku. April sama sekali tidak pernah mencoret kalimat tersebut dan menambah simbol centang di sana. Sungguh menakjubkan penemuan barunya ini.
April pernah mencoba menulis lagi menggunakan buku tersebut tentang keinginannya, namun tidak menggunakan pena coklat yang ia juga beli bersamaan dengan buku ini. Namun, tidak ada hasilnya. Ternyata, pena coklat dan buku ungu tersebut adalah sebuah kesatuan ajaib yang memang akan bekerja jika disinergikan bersama.
April juga sudah menghayati semua “mimpi” yang beberapa waktu lalu ia alami. Hal tersebut terlalu nyata untuk menjadi hanya sekedar mimpi. Pernikahan, dan segala hal tersebut terasa sangat nyata. Entah sebenarnya itu adalah mimpi atau memang ia mendadak pergi ke dimensi lain, di mana di dimensi tersebut ia berhasil menjalin hubungan serius dengan laki-laki yang di realita April yang sekarang malah memiliki isu terkait komitmen.
Ia menyadari bahwa ternyata memang semua luka yang terjadi mengenai kisah cintanya itu memiliki makna yang mendalam. Luka-luka dan trauma yang ditorehkan ke dalam dirinya malah mengajarkannya banyak sekali hal-hal berharga. April membayangkan jika saat ini ia berpacaran dengan Dion dan menikah, semuanya akan kacau seperti apa yang ia lihat dan alami saat ia “tidur” selama 2 hari kemarin.
Jika ia tidak bertemu dengan Dion yang memiliki isu komitmen sekarang, ia tidak akan paham bagaimana pentingnya menghargai dirinya sendiri dan ia tidak bisa menyadari betapa berharganya seorang perempuan. Tidak seorangpun berhak diinjak-injak dalam hubungan dan mengemis-ngemis akan sebuah cinta dari pasangan. Ia hanya akan menurut dan mengikuti alur karena telah dibutakan oleh cinta.
Editor: Iska Pebrina