Aku adalah anak yang berasal dari desa dan sedang kuliah di salah satu kampus di Jawa Timur.
Jarak yang aku tempuh dari rumah sampai kampus cukup jauh. Jika naik kereta, kurang lebih sekitar sembilan jam dan naik motor sekitar empat jam. Karena jarak rumahku dengan stasiun lumayan jauh dan sering telat naik kereta, aku memutuskan untuk naik motor saja.
Aku kuliah di tempat yang sama dengan teman satu kelasku dulu waktu di MAN, yaitu Diyah dan Alda. Akan tetapi, kosku dan kos temanku berbeda.
Meskipun tempat tinggalnya berbeda, kami sering bertemu dan saling sapa entah itu di kampus maupun di jalan.
Ramadan tahun ini berbeda dengan tahun sebelumnya. Suasana desa tergantikan oleh susana kota. Dulunya berbuka puasa disiapkan orang tua, kini harus memasak sendiri sambil meneteskan air mata. Suara ibu membangunkan sahur telah tiada, hanya suara jam saja yang terdengar di telinga. Terkadang pun tidak sahur karena telat bangun.
Memasuki bulan Ramadan, waktunya anak rantau untuk pulang ke rumah menikmati puasa pertama bersama dengan keluarga. Akan tetapi, aku tidak pulang. Aku lebih memilih menikmati puasa pertamaku di tanah rantau meskipun keluarga di rumah menanyakan. Suasana kos menjadi hening. Parkiran yang awalnya penuh sekitar 15 motor kini hanya tinggal 2, yaitu motorku dan tetangga kamar kosku.
Keesokan harinya adalah hari pertama puasa. Setelah salat tarawih, aku pergi ke kos Alda untuk mengantarnya membeli beras. Saat tiba di sana, kami pun berbincang.
“Kamu gak sedih ta, Wid?” ucap Alda.
“Sedih kenapa, Da? Karena puasa pertama gak di rumah, ya,” tanyaku padanya.
“Iya, biasanya puasa pertama di rumah … sahur di rumah …” jawab Alda.
Biasanya, Alda pulang bareng Diyah. Kini, ia tidak pulang. Jadi, hanya Diyah yang pulang ke rumah sendirian. Setelah lama berbincang, waktu sudah cukup malam sekitar 20.30 WIB aku pun berpamitan untuk pulang.
Keesokan hari setelah selesai kuliah aku dan teman-teman saling mengajak untuk berburu takjil dan salat tarawih bersama di masjid belakang kampus. Sekitar jam lima sore, aku pergi ke kos temanku untuk mencari takjil.
Sesampainya, kami langsung bergegas menuju kawasan samping kampus yang di sana banyak sekali orang berjualan. Di tengah-tengah perjalanan, kami asyik ngobrol dan bingung mau membeli apa untuk buka puasa nanti.
“Kalian mau beli apa?” ucap Aden.
“Kamu mau beli apa, Wid?” ucap Inna.
Aden dan Inna adalah teman satu kelasku. Kos mereka berada di sekitar belakang kampus.
“Aku beli geprek saja.” jawabku.
Sudah tidak heran lagi apabila ayam geprek menjadi menu andalan anak kos. Setelah selesai membeli takjil, kamu balik ke kos karena sebentar lagi waktunya buka puasa.
Di sela-sela berbuka, muncul perbincangan mengenai di mana nanti kami akan mengadakan bukber (buka bersama) dengan teman sekelas.
Setelah selesai makan, kami langsung melaksanakan salat magrib dan kembali berbincang-bincang. Tidak terasa perbincangan tersebut sampai dengan waktu salat isya.
Terdengarlah suara azan yang berkumandang, kami bergegas ambil wudhu lalu berangkat ke masjid untuk salat isya dan salat tarawih. Setelah salat tarawih sambil melipat mukena, aku melihat adik-adik yang sedang duduk melingkar membawa buku untuk meminta tanda tangan ke pak ustaz atau guru ngaji.
Hal tersebut mengingatkanku pada waktu SD bersama teman-temanku. Begitupun juga Aden dan Inna merasakan hal itu.
Saat perjalanan pulang dari masjid, kami sering bercanda saat melewati rel kereta api dan menanyakan hal random soal kereta yang gak lewat-lewat. Sesampainya di kos mereka, aku istirahat sebentar dan langsung pulang.
Beberapa hari kemudian, tepatnya pada hari Sabtu dan Minggu, libur kuliah aku menghabiskan waktu di kos. Tiba-tiba, Aden dan Diyah datang bertamu ke kos. Pada saat itu, Diyah baru kembali dari rumah dan membawa lauk untukku.
Kalau sudah bertemu pasti ada saja bahan pembahasan apalagi saat puasa. Hanya makanan dan minuman yang dipikirkan. Antara mau masak dan membeli menjadi hal perbincangan hampir setiap hari.
“Nanti kamu buka puasa apa, Yah?” ucap Aden.
“Nggak ngerti mau beli apa. Kalau di rumah enak ya gak usah bingung mau makan” ucap Diyah.
Keesokan harinya saat masuk kuliah, teman-teman berdiskusi soal bukber. Agenda bukber kelas memang sudah terlaksana sejak tahun 2021 waktu masih semester dua. Tahun ini merupakan tahun ketiga kelasku melaksanakan bukber.
Biasanya, tempatnya di salah satu rumah teman kelas yang dekat dengan area kampus. Tidak hanya bukber bersama teman kelas, ada juga bukber bersama dengan teman KKN dan teman dari daerah.
Sebentar lagi Ramadan selesai, agenda bukber telah usai dan kuliah sebentar lagi libur karena Hari Raya Idul Fitri. Kini, waktunya anak rantau pulang ke kampung halaman sendiri-sendiri.
Cerita dari Widiya