Penulis: Ilham Wiji Pradana
Ibu Menulis Puisi di Depan Rumah
Pintu rumah dibukanya
Ibu duduk bersama
secangkir teh yang diletakkan di atas meja.
Buku pun di buka
Ibu menulis dengan lihai
tanpa ada cacat.
Di hari berikutnya,
Ibu melakukan hal yang sama
keluar membawa buku
bersama dengan secangkir teh.
Ialah ibu sedang menulis puisi
Puisinya berisi, doa-doa panjang.
Jam dinding rumah
menunjukkan pukul 11.00 WIB.
Ibu menutup buku
dan pergi untuk tidur siang.
Buku puisinya diletakkan di meja
bersama teh yang belum habis.
(2025)
Baca juga: Puisi Sunyi Menaungi Kelam Kabut
Kedai Kopi
Di kedai kopi
yang berhadapan
dengan hamparan sawah.
Angin masuk dari jendela
Burung pipit asyik mencicipi padi
dan bertengger di atas tubuh padi.
Di kedai kopi
yang berhadapan
dengan hamparan sawah.
Ada penyair melamun.
Sepertinya,
ingin membuat puisi tentang sawah.
‘Oh sawah’
Atau membuat puisi tentang angin.
‘Oh angin’
Atau mungkin tentang burung pipit.
‘Burung pipit engkau indah sekali’
Atau tentang kopi
‘Oh kopi yang hitam’
Atau semua bayang-bayang penyair itu,
tidak jadi ditulis.
‘Oh semuanya hanya hayalan’
(2025)
Mushola Kecil
Bangunan itu sederhana
Dinding masih dari papan yang sudah kusam.
Terdapat lima shaf
Dibagi menjadi dua, antara putra & putri
dengan kain bewarna biru.
Bangunan itu,
Telah menjadi saksi perjalanan santri
menjalani hidup yang getir.
Ada yang menjadi guru, kyai dan petani.
(2025)
Suatu Sore
Burung kutilang
sedang asyik berkicau
tupai meloncat
menggigit anak-anaknya
untuk diajak belajar mencari makan.
Suatu sore,
hanya ada angin berisik
memeluk pohon
menjatuhkan ranting.
(2025)
Baca juga: Kronologi Kehancuran: Kumpulan Puisi Muqsid Mahfudz
Empat Pohon Kamboja
Empat pohon kamboja di teras rumah
Setiap pagi, bunga pohon itu, mekar.
Setiap sore, bunga itu, hilang.
Di petik gadis kecil
yang sedang asyik bermain sepeda.
Gadis kecil itu,
Tersenyum, mencium
dan ditaruh di sela-sela telinga.
Lalu, pergi pulang ke dalam rumahMu.
(2025)
Editor: Kru BiSa