Penulis: Sri Widiasti
BILIK SASTRA – Sobat BiSa, siapa yang suka menonton film dokumenter? Salah satu kategori film yang identik dengan penyajian cerita berdasarkan kejadian sebenarnya atau fakta ini merupakan film yang terbilang unik dan khas dari film-film lainnya. Alur ceritanya tidak hanya berdasarkan fakta, dan akurasi data saja, tetapi tidak ada campuran unsur fiktif atau rekaan dari pembuat film.
Sebagian kalangan menyebut film dokumenter sebagai film yang membosankan karena tidak ada campuran unsur drama seperti film-film lainnya. Meski begitu, film dokumenter tetap memiliki daya pikat tersendiri di hati penyuka film yang minim unsur drama di dalamnya.
Bagi Sobat BiSa yang belum dan ingin mencoba menontonnya, berikut ini 5 rekomendasi film dokumenter Indonesia yang wajib masuk watchlist kamu!
1. Atas Nama Daun (2022)
Film Atas Nama Daun disutradarai oleh Mahatma Putra. Film ini mengangkat topik tentang narkotika berupa ganja. Salah satu isu yang sampai detik ini menjadi polemik banyak pihak. Melalui film ini, Mahatma Putra dan timnya berharap dapat membuka ruang diskusi sekaligus sarana refleksi bagi kita semua dalam menanggapi isu ini.
Film yang berdurasi 1 jam 10 menit ini dibagi menjadi 5 bagian. Pembagian tersebut, yaitu: (1) Atas Nama Riset, (2) Atas Nama Daun, (3) Atas Nama Hukum, (4) Atas Nama Cinta, (5) dan Atas Nama Hak Asasi. Setiap bagiannya akan membahas tentang ganja dalam sudut pandang yang berbeda-beda.
Selama proses produksi, Mahatma Putra juga mendapatkan bantuan orang-orang yang bersinggungan langsung dengan isu tersebut. Misalnya, Aristo Pangaribuan, Angki Purbandono, Dhira Narayana, Peter Dantovski, Sulistrian Diatmoko, Fidelis Arie, dan Dwi Pertiwi. Dengan begitu, penonton akan diajak untuk menyelami polemik pelegalisasian dan diskriminasi ganja dalam berbagai perspektif.
Rilis perdana pada 24 Maret 2022 lalu, film Atas Nama Daun telah ditonton sebanyak dua juta kali di kanal YouTube Anatman Pictures. Film yang dinarasikan oleh aktor kenamaan Indonesia, Tio Pakusadewo, terpilih sebagai nominasi “Dokumenter Panjang Terbaik” dalam Festival Film Indonesia 2022.
2. Sejauh Kumelangkah (2019)
Film Sejauh Kumelangkah ini rilis pada 6 September 2019 lalu dan tayang perdana di DMZ International Documentary Film Festival 2019. Ucu Agustin, sebagai sutradara meraih penghargaan Piala Citra pada gelaran Festival Film Indonesia 2019 untuk kategori “Film Dokumenter Pendek Terbaik”.
Mengisahkan tentang persahabatan dua orang remaja tunanetra, yaitu Andrea dan Salsabila, yang tinggal di dua negara yang berbeda. Andrea berada di Virginia, Amerika Serikat, sedangkan Salsa berada di Jakarta, Indonesia. Mereka telah menjalin persahabatan sejak duduk di bangku taman kanak-kanak. Meski terpaut jarak yang jauh, mereka tetap menjalin persahabatan.
Dalam film ini, kita akan melihat perbedaan penyelenggaraan pendidikan inklusif bagi penyandang disabilitas di dua negara yang berbeda. Seperti Andrea yang sejak usianya lima tahun dibawa oleh orang tuanya pindah ke Amerika untuk masa depannya yang lebih baik. Di Virginia, Andrea bersekolah di tempat yang melayani siswa disabilitas dan memperoleh banyak akses yang memudahkan pendidikannya.
Sementara Salsa, di Jakarta, ia rela tinggal terpisah dari orang tuanya untuk bisa mandiri dan masuk ke sekolah inklusif yang menerima siswa penyandang disabilitas untuk belajar bersama siswa nondisabilitas. Salsa berjuang untuk memperoleh masa depannya sebagai guru matematika bagi para tunanetra. Namun, Salsa memperoleh akses dan dukungan yang terbatas untuk mewujudkan mimpinya.
3. Sexy Killers (2019)
Rekomendasi film dokumenter selanjutnya adalah Sexy Killers, film dokumenter panjang Indonesia yang digarap oleh rumah produksi film independen Watchdoc pada 2019 lalu. Film ini menceritakan tentang dampak besar yang terjadi akibat pertambangan batu bara dan pembangkit listrik tenaga uap. Tak hanya itu saja, film ini juga mencoba menjelaskan ada dugaan keterlibatan elit politik dalam industri pertambangan di Indonesia.
Berdurasi sekitar 1 jam 26 menit, film ini mengangkat isu sosial yang belum banyak masyarakat ketahui. Lewat film ini, sang sutradara, Dandhy Dwi Laksono, menyadarkan kita untuk lebih peduli lagi terhadap isu-isu sosial yang kerap terlewat. Penonton akan melihat bagaimana masyarakat yang tinggal di sekitar lokasi pertambangan yang harus hidup dengan segala risiko yang dapat mengancam keselamatannya.
Sejak penayangan perdananya pada 14 April 2019 lalu, film ini telah ditonton sebanyak 37 juta kali di kanal YouTube Watchdoc Image. Tidak hanya menyajikan visual-visual yang indah saja, terdapat fakta-fakta yang mendalam dan akurat.
Sebenarnya, film ini bisa menjadi media untuk mengkritisi kegiatan pertambangan di Indonesia. Industri tersebut belum memenuhi prosedur kelayakan sehingga masih banyak kekurangannya. Terutama pada isu pencemaran lingkungan dan keselamatan warga sekitar lokasi pertambangan.
4. Semesta (2018)
Film Semesta merupakan salah satu film dokumenter panjang yang mengangkat isu lingkungan dari sudut pandang tradisi dan budaya. Mengabadikan kisah tujuh sosok inspiratif dari latar belakang berbeda, yaitu Tjokorda Raka Kerthyasa (Bali), Romo Marselus Hasan (Nusa Tenggara Timur), Muhammad Yusuf (Aceh), Agustinus Pius Inam (Kalimantan Barat), dan Iskandar Waworuntu (Yogyakarta) Almina Kacili (Papua Barat) dan Soraya Cassandra (Jakarta) dalam menanggulangi masalah perubahan iklim.
Chairun Nissa, sutradara film ini akan mengajak penonton melihat perjalanan tujuh sosok inspiratif dalam menanggulangi masalah iklim. Berbagai upaya yang mereka lakukan untuk menghormati dan menjaga keselarasan alam dengan pendekatan iman, agama, dan kepercayaan masing-masing.
Film yang diproduksi Tanakhir Films berdurasi sekitar 1 jam 30 menit. Film ini mengajarkan kita bahwa setiap langkah dan hal kecil yang kita lakukan akan berdampak besar. Selain itu, ternyata kita juga bisa menggabungkan unsur kepercayaan dan budaya dalam membantu mencegah perubahan iklim dan menjaga keselarasan alam.
Tayang perdana di bioskop secara terbatas pada 30 Januari 2020 lalu, Semesta berhasil membawa film dokumenter panjang ini masuk nominasi “Film Dokumenter Panjang Terbaik” dalam Festival Film Indonesia 2019.
5. Banda: The Dark Forgotten Trail (2017)
Terakhir, rekomendasi film dokumenter ini menceritakan tentang sejarah panjang Kepulauan Banda sebagai penghasil rempah-rempah yang berjaya pada masanya. Banda adalah nama sebuah pulau yang berada di Kepulauan Banda yang terletak di Provinsi Maluku.
Pulau dengan komoditas utamanya, yaitu pala, cengkeh, dan fuli. Rempah-rempah jadi komoditas paling berharga dari pada emas kala itu. Tak heran, Pulau Banda dulu menjadi tempat berkumpulnya para pelayar dari negeri Eropa untuk mencari rempah-rempah khas itu. Bagi penyuka film sejarah, film dokumenter ini wajib untuk kalian saksikan. Film ini akan membawa kita kepada cerita sejarah panjang Pulau Banda yang menjadi pusat perdagangan rempah terbesar dunia.
Di wilayah ini, pernah menjadi perebutan antara bangsa-bangsa Eropa untuk menguasai pulau penghasil rempah-rempah ini. Tak hanya visual yang epik, narasumber dan naratornya akan memandu kita menyelami fakta sejarah yang hampir terlupakan ini.
Dengan durasi 90 menit, sang sutradara, Jay Subyakto, mencoba menyampaikan Banda menjadi tempat pertama diberlakukannya sistem perbudakan di Nusantara—sekarang Indonesia—dan pembantaian masal. Meski begitu, di tempat ini juga pernah lahir semangat kebangsaan dan identitas multikultural dan menjadi sejarah dunia. Lewat film ini pula akan kita akan melihat dinamika yang terjadi di atas daratan seluas 172 km².
Film garapan Life Like Pictures meraih nominasi Piala Citra untuk “Best Documentary Feature”. Film ini juga mendapatkan nominasi dalam APFF Award untuk kategori ‘Best Documentary Film”.
Nah, itulah 5 rekomendasi film dokumenter Indonesia yang wajib masuk watchlist kamu. Film-film ini sangat cocok untuk ditonton saat kamu sedang bosan dengan cerita fiksi. Dari 5 judul film dokumenter tersebut, mana yang menjadi favorit Sobat BiSa?
Editor: Iska Pebrina