Retorika sebagai “Kail” dalam Komunikasi

Retorika
Sumber: Canva.com

Penulis: Febryan Kusumawardhana

BILIK SASTRA- Manusia dalam esensinya merupakan makhluk sosial sehingga kegiatan berkomunikasi rasanya menjadi sebuah hal yang paling penting dalam tingkatan sosial. Namun, kira-kira apa, ya, tujuan manusia berkomunikasi? Apa pula yang melatari adanya komunikasi antar manusia tersebut? 

Dari paragraf pertama, Sobat BiSa mungkin berpikir bahwa judul dari artikel ini terlalu dalam apabila hanya untuk membahas esensi manusia dalam konteks sosial—atau bisa juga lebih dari itu—tetapi topik itulah yang akan saya bahas secara singkat mengenai retorika. 

Ruang lingkup retorika

Dalam linguistik, ada istilah retorika. Retorika adalah seni persuasi. Namun, seiring perkembangannya, retorika tidak hanya dipandang sebagai bentuk persuasi, tetapi juga dianggap sebagai bentuk penggunaan bahasa dan susunan bahasa secara efektif. Hal itu dikarenakan tidak semua orang mudah untuk dipersuasi. 

Richard (dalam Martha, 2010) mengemukakan bahwa retorika merupakan suatu studi yang mempelajari kesalahpahaman, lalu menemukan cara menanggulanginya. Cara menanggulanginya ialah dengan menggunakan bahasa secara baik dan benar.

Retorika tidak hanya berdiri sendiri tanpa adanya fondasi, tetapi juga memerlukan adanya dialektika agar suatu sistem penyampaian gagasan ataupun ide dari manusia dapat memengaruhi pendengarnya. 

Baca juga: Mengenal Tanda Baca Apostrof

Retorika identik dengan silogisme dan dialektika

Dialektika secara epistemologi adalah komunikasi dua arah. Namun, dari kajian epistemologi tersebut, Hegel membaginya menjadi tiga bagian pokok, yaitu tesis, antitesis, dan sintesis. Dari ketiga bagian pokok tersebut, akan lebih mudah kita bayangkan implementasinya pada kegiatan debat.

Di sana, terdapat pihak yang saling beroposisi (antara tesis dan antitesis), lalu perdebatan berakhir dengan menarik kesimpulan (sintesis). 

Dalam praktiknya, proses perdebatan tidak hanya mengadu perkara data, tetapi silogisme juga senantiasa hadir. Silogisme adalah proses penyimpulan secara deduktif dari dua hubungan permasalahan yang terhubung dengan cara tertentu. 

Dengan begitu, retorika identik kaitannya dengan silogisme dan dialektika. Jika dirumuskan lebih jauh lagi, dalam sebuah dialektika terdapat irisan antara realita yang tersedia hingga kemampuan berpikir secara abstrak sebagai bentuk dari memantapkan argumen secara retoris.

Komunikasi sebagai praktis nyata

Selanjutnya, yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana kita tahu implementasi praktis dari retorika? Kita bisa mendapatkan jawabannya dengan berpikir secara metodis dan kontekstual. 

Saya akan membaginya menjadi ruang internal dan ruang output sebagai luarannya. Pertama, ruang internal, secara sederhana mencakup gagasan dan keinginan manusia. Lalu, unsur yang terdapat dalam ruang internal tersebut mengalir ke ruang output yang mencakup kata-kata, yang tersampaikan melalui intonasi dan gerak tubuh. 

Baca juga: Hermeneutika: Memaknai Tidak Pernah Sesulit Ini

Sistem komunikasi yang mudah untuk dipahami

Selaras dengan apa yang Aristoteles katakan bahwasanya retorika mengusung tiga komponen penting, yakni alasan yang logis, pemahaman karakter manusia, dan pemahaman atas emosi dengan mengetahui asal-usul kemunculannya. 

Dengan demikian, komunikasi secara kasat mata tidak hanya sebagai validasi dari manusia sebagai makhluk sosial, tetapi juga meliputi keinginan manusia yang tersembunyi dan tertutupi oleh topeng atau bahasa tubuh sehingga sulit untuk diidentifikasi keinginan manusia tersebut. 

Dari penjelasan di atas, dapat kita simpulkan bahwa retorika hadir sebagai kajian sistem komunikasi yang sepatutnya dipahami supaya sebagai pembicara kita tahu bagaimana cara “memenangi” nurani pendengar. Sementara itu, sebagai pendengar, retorika hadir sebagai bentuk evaluasi dan juga kritisisme terhadap gagasan yang pembicara sampaikan. 

Bagaimana, Sobat BiSa? Sekarang kalian tahu, kan, bahwa retorika bukan hanya mengarah pada seni persuasi, melainkan juga penggunaan bahasa secara efektif. Selain itu, penyampaiannya secara benar juga perlu didukung dengan dialektika dan silogisme. 

Editor: Kru BiSa 

Sumber:

Aristoteles. 2018. Retorika: Seni Berbicara. Yogyakarta: BASABASI.

Mundiri, H. 2017. Logika. Depok: Rajawali Press.

Malaka, Tan. 1951. Madilog: Materialisme Dialektika Logika. Jakarta : Penerbit Widjaya Djakarta.

Martha, I Nengah. 2010. “Retorika dan Penggunaannya dalam Berbagai Bidang”. Dalam Jurnal PRASI. Jurusan Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Pendidikan Ganesha. Vol. 6, No. 12.

Sobat BiSa

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *