Mengenal Estetika dalam Dunia Seni

Ilustrasi estetika dalam seni
Sumber: canva.com

Penulis: Febryan Kusumawardhana

BILIK SASTRA – Sobat BiSa, mungkin kata estetika dalam dunia seni sudah familier bagi para penikmat seni–apa pun itu bentuknya–. Ketika melihat lukisan “Monalisa” karya Leonardo Da Vinci, mendengarkan musik K-Pop favorit, membaca novel Bumi karya Tere Liye, dan lain sebagainya, apakah terbesit sesuatu mengenai produk seni yang baru saja kamu nikmati? Meski hanya sekadar pendapat mengenai keindahan atau kecantikan karya seni yang baru saja kamu nikmati. 

Namun, apakah dunia seni hanya terbatas pada menikmati keindahannya semata? Jika hanya keindahan saja, “realitas” mana yang bisa mendefinisikan estetika suatu kesenian? Pertanyaan berat yang memantik seperti ini memang tidak mudah dijawab. Alasannya pun cukup kompleks untuk dipahami. Akan tetapi, tidak ada salahnya sebagai penggemar seni kita mampu untuk setidaknya menjawab pertanyaan-pertanyaan semacam ini. Yuk, kita bedah estetika dalam di dunia seni berikut ini.

Apa itu estetika dan keindahan?

Sebelum melangkah lebih jauh, kita akan menggali dulu definisi dari estetika dalam dunia seni dan keindahan. Pada dasarnya, kedua istilah tersebut sama-sama menggambarkan sesuatu yang menyenangkan secara visual. Namun, ada sedikit perbedaan di antara keduanya. 

Kecantikan berkaitan dengan kualitas pada suatu benda atau orang, seperti, kualitas simetri, keseimbangan, dan harmoni. Di sisi lain, estetika adalah cabang ilmu filsafat yang membahas tentang keindahan dan cita rasa. 

Dari segi penilaiannya, estetika dalam dunia seni berbeda dengan kecantikan. Penilaian estetika berdasar pada nilai-nilai sensorik atau sensorik-emosional atau bisa juga kita sebut sebagai penilaian sentimen dan selera.

Keindahan berbeda dengan estetika dalam dunia seni

Dua definisi di atas dapat dengan mudah bisa kita aplikasikan dengan contoh seperti ini.

Kecantikan acap kali menggambarkan penampilan fisik. Namun, tidak memungkiri rujukan penggambaran tersebut mampu menilai kualitas baik seperti kebaikan, kasih sayang, dan kecerdasan. 

Berbeda halnya dengan estetika, bidang ini merupakan studi tentang kualitas tersebut dan bagaimana kualitas tersebut mampu dirasakan. Seperti dalam dunia seni, prinsip-prinsip warna, dan bentuk merupakan kontributor terhadap keindahan dan dampak keseluruhan suatu karya. 

Pada akhirnya, kita pada suatu kesimpulan bahwa estetika dan keindahan merupakan konsep yang berbeda, tetapi berkaitan satu sama lain. Korelasi tersebut memudahkan untuk memahami pengalaman terhadap dunia di sekitar kita. Meskipun keindahan adalah pengalaman yang cenderung subjektif atas kesenangan ataupun kepuasan, tetapi estetika adalah studi yang lebih objektif tentang cara kita memandang dan merespon suatu keindahan. 

Baca juga: Retorika sebagai “Kail” dalam Komunikasi

Hakikat dan ruang lingkup estetika dalam dunia seni

Cakupan estetika lebih luas dibandingkan dengan filsafat seni yang merupakan salah satu cabangnya. Hal tersebut tidak hanya berkaitan dengan sifat serta nilai seni itu sendiri. Namun juga memantik respon terhadap objek-objek alam yang terungkap dalam bahasa masyarakat. Misalnya saja, kata “cantik” dan “jelek”. 

Seiring berjalannya waktu, makna kata “cantik” dan “jelek” memudar dalam penerapannya yang cenderung subjektif. Lebih mudahnya, hampir segala sesuatu mungkin dianggap indah oleh seseorang atau dari sudut pandang tertentu. 

Di sisi lain, orang yang berbeda juga bisa saja menerapkan kata tersebut pada objek yang sangat berbeda karena beberapa faktor pendorong. Dasar penilaiannya pun cukup masuk di akal karena terdapat dasar motivasi yang menjadi latar belakang semua penilaian mereka.

Penyampaiannya harus secara deskriptif 

Kata “cantik” dan “jelek” masih jauh dari kejelasan terhadap penilaian seni. Untuk dapat menyampaikan sesuatu yang penting atau menarik pada sebuah karya seni, penyampaian harus secara deskripsi lengkap. 

Misalnya, kita baru saja selesai menonton film, lalu teman kita meminta pendapat mengenai film tersebut. Umumnya, kita akan menjawab “Ya, filmnya sangat bagus.” Dari pernyataan tersebut, muncullah suatu pertanyaan baru “Apanya yang bagus?”

Pertanyaan tersebut bisa muncul karena terdapat suatu komponen dalam setiap seni yang kurang tepat jika hanya dijelaskan secara singkat seperti itu. Ada banyak komponen yang harus dijelaskan. Jika parameternya pada suatu karya seni itu “cantik” ataupun “jelek”, apakah berarti suatu seni yang “bagus” tidak ada kekurangan? Begitupun sebaliknya, karya seni itu “jelek”, apakah karya tersebut tidak dapat dinikmati sedikitpun? Dari pertanyaan ini, tampaknya tidak ada cara yang jelas untuk membatasi kelas-kelas yang dimaksud–setidaknya secara teori. 

Oleh karena itu, estetika harus mampu menjangkau cakupan yang lebih luas daripada studi tentang keindahan atau konsep estetika lainnya untuk menemukan prinsip-prinsip untuk mendefinisikannya. Nantinya, kita akan kembali ke pertanyaan yang mendasar: Apa yang harus dipelajari untuk memahami gagasan seperti keindahan dan/atau rasa?

Baca juga: Ghosts I-IV (2008): Melamun Juga Butuh Musik

Apakah seni harus estetis?

Setelah pemaparan di atas, pertanyaan mengenai seni seharusnya tidak lagi seputar apa itu seni yang bagus atau yang sukses. Kini, pertanyaannya jadi jauh lebih luas, yaitu apakah seni itu selalu tentang estetika. 

Kita bisa menyetujui bahwa seni yang baik adalah seni yang bersifat subjektif. Hal tersebut berarti penilaiannya bisa sangat bervariasi tergantung selera, pengalaman, dan preferensi pribadi. Dengan kata lain, sulit untuk menemukan kriteria objektif yang mendefinisikannya. 

Namun, apakah seni harus estetis? Meskipun sifatnya objektif, ternyata dalam menaruh kepentingan, estetika dalam seni menuai suatu kontradiksi. Di satu sisi, seni yang baik itu harus memancarkan keindahan, harmoni, dan keseimbangan. Artinya, seni yang baik itu harus estetis. Bagi yang lain, seni merupakan sarana untuk menyampaikan pemikiran atau pernyataan yang kompleks. Sehingga, menciptakan sudut pandang artistik yang belum tentu estetis. Lalu, di mana kita harus menaruh jawaban atas pertanyaan di atas? 

Setidaknya ada tiga studi yang dapat diaplikasikan dalam suatu penilaian atas seni, yaitu.

  1. Studi mengenai konsep-konsep estetika.
  2. Studi tentang keadaan pikiran (cth: respon, sikap, dan emosi) yang dianggap terlibat dalam pengalaman estetis.
  3. Studi tentang objek-objek yang dianggap menarik secara estetis, dengan tujuan menentukan apa yang menjadikannya menarik secara estetis.

Perlu diingat bahwa ketiga studi di atas tidaklah baku. Namun, masih mungkin mencapai keselarasan. Selain itu, pada titik akhir filosofi, kita dapat mengambil keputusan. Harus juga diasumsikan bahwa ketiga pendekatan tersebut mungkin berbeda secara substansial atau hanya dalam penekanannya saja. 

Semua kembali pada interpretasi 

Pada akhirnya, penilaian objektif pada suatu bentuk ekspresi mental yang kompleks dan personal tersebut kurang tepat untuk dipakai dalam penilaian suatu seni. Selain itu, perdebatan bahwa seni harus mempunyai nilai estetika merupakan suatu perdebatan yang tidak pernah ada habisnya karena tergantung dari aliran seni mana yang sesuai. 

Seni bisa saja merupakan suatu pesan yang tidak harus terdapat nilai estetika. Namun, komponen yang terpenting adalah penyampaiannya ketimbang aspek-aspek formal atau estetika yang konvensional. Selalu ada ruang untuk interpretasi yang berbeda mengenai apakah seni harus memiliki nilai estetika atau tidak. Akhirnya, pendekatan terhadap seni dapat sangat bervariasi, dan keberagaman ini merupakan bagian dari kekayaan dunia seni. 

Itulah pengertian estetika dalam dunia seni dan keindahan hingga penilain seni yang dapat menambah pemahaman Sobat BiSa pada estetika seni. Semoga bisa bermanfaat, ya, Sobat BiSa.

Editor: Kru BiSa

Sumber:

Scruton, Roger., dan Thomas Munro. (2023, Desember 29). Aesthetic Philosophy. Britannica. https://www.britannica.com/topic/aesthetics

Dorweiler, Sarah. (2023, Maret 10). Does Art Need To Be Aesthetic To Be Successful?. Medium. https://medium.com/@sarahdorweiler/does-art-need-to-be-aesthetic-to-be-successful-33b3cd52f2ee

Johnson, Emma. (2019, Maret 26). The Importance of Aesthetics. Medium. https://medium.com/time-after-time/the-importance-of-aesthetics-d6a3f8fea9f0

Borghini, Andrea. (2019, Oktober 8). How Do Philosophers Think About Beauty?. ThoughtCo. https://www.thoughtco.com/how-do-philosophers-think-about-beauty-2670642
Beauty and Aesthetics. https://www.diferencias.cc/en/beauty-aesthetics/

Sobat BiSa

One thought on “Mengenal Estetika dalam Dunia Seni

  1. Wah mantap tulisannya mudah dipahami dan bisa menambah wawasan, ditunggu tulisan selanjutnya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *