Bulan Lebam di Tepian Toba (2009), Angkat Unsur Budaya Batak

ulasan bulan lebam di tepian toba
Sumber: gramedia.com

Penulis: Ihsan Nugroho

BILIK SASTRA – Novel yang mengangkat isu tradisi dan adat menjadi daya tarik tersendiri bagi para pembaca. Apalagi bagi yang menyukai cerita dengan unsur budaya. Salah satu novel yang mengangkat unsur budaya adalah novel Bulan Lebam di Tepian Toba. Novel ini merupakan karya Sihar Ramses Simatupang yang terbit pada tahun 2009 lalu. 

Novel ini mengandung banyak makna dan pesan. Ada pula sudut pandang baru yang bisa pembaca lihat dari novel ini melalui alur cerita yang detail dan kompleks. Nah, jika Sobat BiSa penasaran dengan novel ini, baca ulasan ini hingga akhir, ya!

Sinopsis novel Bulan Lebam di Tepian Toba

novel bulan lebam di tepian toba
Sumber: Ika Latifa Akmalia

Novel Bulan Lebam di Tepian Toba mengambil latar kehidupan sosial masyarakat di pedesaan pesisir Danau Toba di awal kelahiran reformasi, yaitu tahun 1998. Hamonangan, kerap ditulis Monang, sebagai tokoh utama harus menghadapi masalah di kampung halamannya setelah gagal menyelesaikan kuliahnya di ibukota 

Topik utama dalam novel ini adalah perihal tanah adat yang digadaikan untuk transaksi perjudian antara abang Monang, Ganda, dengan salah satu penduduk desa. Sistem sosial yang berbeda dari kehidupan perkotaan menjadikan Monang harus menghadapi setiap tantangan yang ada setelah merantau tanpa kabar selama sewindu. 

Monang yang dalam penyesalan dan gundah gulana dihadapkan oleh konflik-konflik adat dan keluarga yang harus ia selesaikan. Perkuliahan yang tidak selesai, meninggalnya abang Hamonangan yang tak lazim, perebutan tanah adat, dan kisah romansa tipis dengan Tesa, istri Ganda, adalah kisruh-kisruh berkelanjutan yang terdapat pada novel ini.  

Baca juga: Ngeri-Ngeri Sedap, Bangkitnya Film Bertema Kedaerahan

Alur cerita yang kompleks

Ada salah satu hal yang menarik dari novel Bulan Lebam di Tepian Toba ini, yaitu pada tokoh Hamonangan. Sebagai tokoh utama, tokoh Hamonangan baru muncul di pertengahan cerita. Namun, ketika Hamonangan muncul, pembaca akan merasakan runtutan cerita dan pesan yang bisa diambil dari novel ini. 

Selain itu, penggunaan alur maju mundur juga menjadi daya tarik novel ini sebab menambah detail dari masing-masing perspektif kisah. Jadi, Jangan khawatir ketika merasa melewati isi cerita karena rentang waktu yang melompat-lompat di beberapa bab.

Unsur adat Batak dalam novel Bulan Lebam di Tepian Toba yang sangat kental

Banyaknya campuran penggunaan bahasa Batak dalam novel Bulan Lebam di Tepian Toba  semakin memberikan kesan yang kuat akan kentalnya tradisi dan adat kehidupan masyarakat di huta (dalam bahasa Batak berarti desa/pemukiman) Batak. Untuk mempermudah pembaca, penulis novel membuat pengertian dari setiap istilah Batak menggunakan footnote.  

Selain itu, kisruh tradisi dan adat juga menjadi masalah utama dalam novel ini. Pembaca akan menemukan sekelumit masalah sekaligus menambah pengetahuan baru tentang tradisi dan adat Batak terkait sistem sosial, tradisi dan didikan, tanah adat. Bahkan perihal adat turun ranjang di suku Batak yang jarang diketahui khalayak umum. 

Pembaca juga dapat mengambil pelajaran penting terkait cara pandang masyarakat Batak di novel ini. Anak muda harus mempunyai bekal pendidikan yang baik, tidak masalah jika harus merantau ke pulau seberang, yang terpenting harus ingat akan keluarga di kampung halaman.

Baca juga: Novel Sengsara Membawa Nikmat (1929), Sarat Akan Pesan Moral

Batasan umur untuk pembaca

Meski cerita dalam novel Bulan Lebam di Tepian Toba mengangkat kisah hidup pemuda dengan kisruh di pedesaan pesisir Toba dan perjuangan hidup di perkotaan yang gagal, novel ini tidak layak dibaca untuk anak di bawah 13 tahun. Sekalipun tidak tertulis secara langsung, tetapi hal ini perlu pembaca perhatikan.

Alasan pertama mengapa novel ini tidak cocok untuk anak di bawah 13 tahun adalah adanya kata-kata umpatan dan adegan kekerasan yang cukup sadis di awal cerita. Kemudian, adanya bagian romantis dalam cerita seperti adegan berciuman yang secara gamblang penulis ceritakan menjadikan alasan lain mengapa novel ini memiliki batasan usia untuk para pembacanya.

Nah, itulah ulasan mengenai novel Bulan Lebam di Tepian Toba. Lantas, bagaimana kisah Hamonangan selanjutnya? Apakah Hamonangan bisa melalui masa-masa sulitnya? Jika penasaran, Sobat BiSa harus segera membaca novel ini, ya!

Editor: Iska Pebrina

krubisa

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *