Penulis: Sri Widiasti
BILIK SASTRA – Bagi Sobat BiSa pencinta sastra klasik, kalian tidak boleh melewatkan novel yang satu ini! Novel Sengsara Membawa Nikmat merupakan salah satu mahakarya terbaik dari sastrawan termasyhur, Tulis Sutan Sati.
Uniknya, setiap karyanya mengangkat budaya Minangkabau, Sumatera Barat, yang tergambar jelas lewat latar ceritanya. Tidak hanya itu, novel ini menyiratkan banyak pesan moral yang dapat kamu jadikan nasihat hidup yang masih relevan hingga saat ini.
Penasaran dengan nasihat hidup dan pesan moral apa saja yang ada di dalamnya? Yuk, simak ulasannya berikut ini!
Sinopsis novel Sengsara Membawa Nikmat (1929)
Novel Sengsara Membawa Nikmat mengisahkan tentang Midun, seorang rakyat biasa yang baik budi pekertinya, perilakunya sopan dan santun, dan lemah lembut tutur katanya. Ia juga seorang yang pandai dalam ilmu silat. Tak heran, sosoknya amat disayangi dan dikagumi oleh warga sekampung.
Namun, kebaikannya justru menimbulkan kecemburuan di hati Kacak, yang memiliki sifat yang berlainan dengan Midun. Kacak adalah seorang keturunan bangsawan kaya raya. Ia memiliki sifat congkak, kasar tutur katanya, pemarah, dan iri hati dengan apa yang Midun miliki.
Kacak sangat berambisi untuk melampaui Midun hingga membuatnya semakin gelap mata. Segala macam siasat buruk Kacak lakukan untuk mencemarkan nama baik Midun. Mulai dari menjebak, menyiksa, bahkan hampir menghabisi nyawa Midun. Meski begitu, semua itu tidak berhasil sebab Midun mahir dalam bela diri. Tak lupa, berkat doa dari ayah dan guru silatnya.
Hingga suatu hari, siasat Kacak berhasil juga. Midun tertangkap dan masuk penjara atas perbuatan yang tidak pernah ia lakukan. Menjalani beratnya kehidupan di balik jeruji besi, hingga berjuang untuk tetap hidup, ia lalui dengan tabah dan berani. Hingga berharap suatu hari dapat berakhir kesengsaraan ini.
Mahakarya sastrawan Indonesia
Siapa yang tidak mengenal Tulis Sutan Sati? Sastrawan Indonesia kelahiran Bukittinggi pada tahun 1898 ini. Namanya dikenal berkat karya novel terbaik yang ia tulis berjudul Sengsara Membawa Nikmat (1929).
Kepiawaiannya dalam dunia kesusastraan, ia peroleh saat bekerja sebagai pegawai Balai Pustaka. Karirnya sebagai pengarang kian meroket. Bermula sebagai pembantu korektor hingga menduduki jabatan sebagai pemimpin redaksi Balai Pustaka kala itu.
Selama berkiprah di dunia kesusastraan, sudah banyak karya yang ia hasilkan. Sebut saja tiga karya puisinya yang berjudul “Kurban Malaise”, “Syair Unggas Bertuah”, dan “Selamat Hari Raya Aidil Fitri”. Sementara cerita pendek yang pernah ia tulis berjudul “Hilang Akal Baru Tawakal”, “Cincin Hikmat”, “Dekat Lebaran”, “Hukuman Tuhan”, “Karena Budi”, “Penipu jang Licin”, “Salah Tampa”, “Salah Mengerti”, “Kita Seasal dan Sebangsa Bukan?”, “Karena Cemburu”, dan “Percobaan Cinta”. Tidak ketinggalan, salah satu novel mahakarya terbaiknya berjudul Sengsara Membawa Nikmat (1929).
Menariknya, latar cerita yang selalu mengangkat latar budaya dan kehidupan masyarakat Sumatera Barat menjadi ciri khas penulis dalam setiap karyanya. Hal itu juga karena kecintaan penulis terhadap tanah kelahirannya itu.
Tidak hanya itu, penggambaran setiap tokoh yang dia bangun dengan karakter yang kental dengan unsur religiusitas, serta ahli dalam ilmu silat. Alasan penulis ingin merepresentasikan kehidupan dan budaya daerah Minangkabau.
Beberapa hal yang menarik dalam novel
Kelebihan yang ditampilkan dalam novel ini bisa kita lihat dari konsistensi pengarang dalam alur ceritanya. Meski berjalan lambat, tetapi mampu menyelesaikan cerita dengan baik hingga akhir.
Tidak hanya itu, tata bahasanya masih dipengaruhi oleh tata bahasa Melayu klasik. Namun, justru hal itulah yang membuat cerita semakin menarik untuk dibaca dan menambah pengetahuan kita tentang keragaman bahasa Indonesia yang indah.
Selain itu, pengarang menggambarkan para tokoh dalam novel dengan sangat baik dan berkarakter kuat. Mulai dari latar tempat cerita hingga penggambaran para tokohnya. Hal ini yang menjadi ciri khas Tulis Sutan Sati dalam setiap karyanya. Ia sukses menyajikan hal-hal yang kental dengan tempat kelahirannya itu.
Kekurangan novel Sengsara Membawa Nikmat (1929)
Setiap karya sastra juga tidak luput dari kekurangan. Saya menyoroti ada banyak kalimat yang tidak efektif dalam novel ini. Kita bisa menjumpai kata-kata yang mubazir. Hal tersebut masih bisa saya pahami karena era penulisan novel Sengsara Membawa Nikmat masih menggunakan ejaan Van Ophuijsen.
Selain itu, diksi yang dipakai dalam karya novel klasik–seperti halnya novel ini–cenderung sulit dipahami serta mengharuskan pembaca untuk melihat kamus agar dapat memahami makna kalimat secara utuh.
Oleh karena itu, pembaca yang baru pertama kali membaca novel klasik mungkin merasa kebingungan dengan penggunaan ejaannya.
Nasihat yang relevan hingga kini
Setelah membaca keseluruhan isinya saya mendapati beberapa pesan moral yang menarik untuk kita jadikan sebagai bahan renungan. Saya rasa pesan-pesan dalam novel ini masih relevan dengan kehidupan kita sekarang.
Ada tiga pesan moral yang saya tangkap ini, baik untuk bersama-sama kita amalkan di kehidupan kita. Pertama, perjalanan hidup Midun mengajarkan kita untuk senantiasa bersabar dalam menghadapi ujian dan cobaan yang terus hadir.
Kedua, novel ini menyadarkan kita bahwa penyakit hati, seperti iri, dengki, dan angkuh adalah salah satu hal yang dapat merusak hubungan antarmanusia.
Terakhir, kita bisa belajar dari sifat Kacak. Pada akhirnya nafsu, kemarahan, dan emosi, hanya membawa kesulitan bagi hidup dan diri sendiri.
Kisah Midun diangkat ke layar kaca
Di tahun 1991, kisah Midun diangkat ke layar kaca. TVRI menayangkan sinetron karya Tulis Sutan Sati dengan judul serupa pada novelnya. Sinetron ini dikenal juga dengan nama Film Si Midun. Sinetron yang berdurasi satu jam dengan jumlah episode mencapai 20-an lebih ini, mengambil latar lokasi sebuah desa di Minangkabau, Sumatera Barat.
Menggandeng deretan artis kenamaan Indonesia, seperti Sandy Nayoan (Midun), Septian Dwi Cahyo (Maun), Arief Rivan (Kacak), Desy Ratnasari (Halimah), dan masih banyak lagi deretan artis yang terlibat dalam sinetron ini.
Pada masanya, tayangan ini sukses mendapatkan tanggapan positif dari masyarakat. Bahkan saat artikel ini ditulis, tanggapan positif tersebut masih dapat kita jumpai.
Melansir dari laman Facebook resmi TVRI Nasional, banyak penikmat film-film lawas meminta kembali untuk menayangkan sinetron Si Midun ini di televisi. Tidak hanya ingin bernostalgia dengan karakter luhur Midun, tetapi apa yang disampaikan di dalam cerita tersebut masih relevan dengan kehidupan kita saat ini.
Nah, itulah ulasan singkat mengenai novel Sengsara Membawa Nikmat (1929), mahakarya sastrawan termasyhur Indonesia, Tulis Sutan Sati.
Bagi Sobat BiSa yang juga penyuka novel–terutama novel klasik–novel ini sangat saya rekomendasikan untuk kalian baca dan bersama-sama kita ambil pesan baiknya. Bagaimana, Sobat BiSa? Tertarik untuk membacanya?
Editor: Iska Pebrina