Penulis: Sri Widiasti
BILIK SASTRA – Bagi penikmat film dokumenter pasti tidak asing lagi dengan rumah produksi Watchdoc. Tahun ini, rumah produksi Watchdoc kembali merilis film dokumenter yang berjudul The Indigenous.
The Indigenous mengambil sudut pandang dari seorang peneliti masyarakat adat dan agama leluhur. Penonton akan menelusuri dan membuktikkan tentang stigma yang selalu tertuju pada masyarakat adat. Penasaran dengan alur film dokumenter The Indigenous? Simak ulasannya berikut ini!
Sinopsis film The Indigenous
The Indigenous menceritakan perjalanan seorang peneliti masyarakat adat dan agama leluhur sekaligus seorang akademisi bernama Samsul Maarif. Ia ingin membuktikan tentang stigma masyarakat adat sebagai sebuah kegagalan dalam memahami nilai-nilai masyarakat adat itu sendiri.
Dalam upaya melakukan pembuktian, Samsul mengeksplorasi dua komunitas masyarakat adat. Ia pergi ke daerah Dayeuhluhur di Cilacap, Jawa Tengah, dan Dayak Iban di Kapuas Hulu, Kalimantan Barat.
Selama perjalanannya, Samsul mengamati bagaimana masyarakat adat menjalankan kegiatan kesehariannya dan merenungkan makna di balik kearifan lokal yang mereka anut, baik dalam aktivitas harian maupun ritual adat.
Fakta menarik dari film The Indigenous
Film ini disutradarai langsung oleh Muhammad Sridipo dan Rizky Pratama. Sejak penayangan perdananya pada 7 September 2023 ini telah ditonton sebanyak 71 ribu kali di kanal YouTube Watchdoc Documentary.
Dalam durasi 53 menit ini, penonton akan melihat keunikan, nilai-nilai, dan keberagaman kearifan lokal yang dianut oleh dua komunitas adat. Oleh sebab itu, sang sutradara ingin menyampaikan pesan bahwa masyarakat adalah komunitas yang visioner dalam menjaga keharmonisan antara manusia dengan alam.
Selain itu, ada beberapa hal menarik yang ada dalam film The Indigenous.
1. Stigma masyarakat adat
Masyarakat adat lekat dengan stigma sebagai kelompok sesat, syirik, dan primitif. Ritual yang mereka lakukan sering disalahartikan sebagai bentuk pemujaan ataupun persembahan kepada nenek moyang dan para leluhur.
Padahal, masyarakat adat tidak bisa semata-mata kita nilai sebagai kelompok sesat dan beraliran sinkretisme. Namun nyatanya, mereka menjalankan ritual itu adalah sebagai bentuk penghormatan dan rasa syukur kepada para leluhur lewat tradisi yang telah mereka sepakati oleh masyarakat dan melestarikan budaya.
2. Masyarakat adat, penjaga relasi antara manusia dan alam
Masyarakat adat adalah komunitas yang memiliki andil besar dalam menjaga kelestarian dan keselarasan alam. Mereka kelompok potensial dan tangguh dalam menciptakan keteraturan alam.
Mereka membentuk harmoni kehidupan yang saling melengkapi. Manusia membutuhkan alam untuk memenuhi kehidupannya. Sebaliknya juga alam membutuhkan manusia untuk menjaga serta memeliharanya agar tetap utuh. Oleh sebab itu, ada hubungan timbal balik antara manusia dan alam.
3. Bukan sesat, Masyarakat adat juga percaya Tuhan
Seperti halnya masyarakat adat Dayeuhluhur dan Dayak Iban, masing-masing dari mereka memiliki kekentalan dan kesakralan budaya sendiri. Lewat film ini, kita akan menyelami fakta yang selama ini sering orang-orang salahpahami. Karena itulah, mereka adalah pemeluk agama Katolik yang taat, terbukti dari setiap kegiatan yang mereka lakukan selalu menyertakan Tuhan yang mereka sembah.
4. Ritual dan tradisi adalah warisan budaya
Manusia sebagai makhluk berbudaya yang senantiasa berinteraksi dengan sesamanya maupun dengan makhluk hidup lainnya. Tradisi dan ritual yang mereka jalankan merupakan bagian dari kearifan lokal. Nilai budaya dan nilai luhur di dalamnya, yang melingkupi aspek kebersamaan, kekeluargaan, kerukunan, dan cinta kasih.
Masyarakat adat sebagai komunitas pewaris budaya dan karakter bangsa Indonesia. Sehingga merekalah yang senantiasa menjaga dan melestarikan budaya lewat tradisi-tradisi yang terbentuk atas kesepakatan bersama.
Karya rumah produksi Watchdoc
Rumah produksi Watchdoc Documentary Maker atau Watchdoc pasti sudah tidak asing lagi di telinga penikmat film dokumenter Indonesia. Sebagai rumah produksi audio visual, Watchdoc telah berdiri sejak tahun 2009 oleh dua orang penggiat media—yaitu jurnalis—Andhy Panca Kurniawan dan Dandhy Dwi Laksono. Tak mengherankan bila setiap karyanya, seperti film dokumenter, maupun feature televisi mengandung unsur jurnalisme di dalamnya.
Sejauh ini, Watchdoc telah memproduksi lebih dari 400 episode film dokumenter, 1000 feature televisi, dan lebih kurang 100 video komersial dan karya nonkomersial yang berhasil memperoleh berbagai penghargaan. Beberapa karya-karya lainnya seperti The Mahuzes (2015), Asimetris (2018), Sexy Killers (2019), The EndGame (2021), Kinipan (2021), dan The Indigenous (2023).
Beberapa prestasi Watchdoc
Awal tahun 2021, Watchdoc menerima penghargaan “The Gwangju Prize for Human Rights Award”. Penghargaan ini cukup bergengsi di Korea Selatan karena hanya diberikan kepada pihak-pihak tertentu. Khususnya yang melakukan kegiatan pembelaan hak asasi manusia dan mendorong terwujudnya demokrasi, khususnya di negara-negara Asia.
Tidak hanya itu, di akhir tahun 2021, Watchdoc kembali menerima penghargaan Ramon Magsaysay untuk kategori “Emergent Leadership”. Penghargaan ini diberikan untuk karya film dokumenter yang dianggap sebagai jurnalisme investigasi menggunakan platform baru dan kreatif untuk menyoroti isu-isu sosial, lingkungan, dan hak asasi manusia.
Banyaknya prestasi-prestasi yang telah Watchdoc terima membuat karya-karya rumah produksi ini cukup banyak orang antisipasi, khususnya para penggemar film dokumenter. Nah, bagaimana dengan Sobat BiSa? Apakah kalian juga tertarik untuk menonton film The Indigenous? Kalian bisa menonton trailer-nya terlebih dahulu di sini.
Editor: Iska Pebrina