Penulis: M.Z. Billal
Demi Malam yang Telah Memecahkan Keseluruhan Diriku
dan demi malam yang telah memecahkan keseluruhan diriku
jadi serpihan kaca di sudut kecil waktu;
telah kupugar dadaku jadi tempat peribadatan
bagi ratapan yang lelah menumpuk
di lorong-lorong sempit, di halaman-halaman buku
dan di dapur-dapur yang tidak menghidangkan apa-apa.
ingin kuseduh tiap tetes air mata yang mengalir
dan menciptakan sungai susu untuk membuat
orang-orang yang terluka jiwanya merasa lebih baik.
tidak peduli kalau aku pun sama perihnya.
kupikir hal baik yang tersisa dari diriku harus dikurbankan
di meja persembahan. menelan seluruh ketidakmampuan
untuk berani melepaskan tali kekang kesedihan.
sungguh aku tidak apa-apa, aku telah mahir menahan duka.
Kamar Alegori, 2020
Doa-Doa Kecil
Tuhan,
izinkan aku yang kerdil
dan dekil
pada qiamulail
membakar segala bakhil
di semestamu yang fadil
Ruang Bercerita, 2022
Baca juga: Antologi Puisi: Ini Bukan Surat Cinta
Percakapan Nadi dan Darah
di dalam tubuh kita
nadi dan darah berpelukan
keduanya bercakap dengan puji-puja
“aku hidup karena kau mengalir di tubuhku, darah.”
“begitu pun jua aku, tenteram menyusuri ruangmu, nadi.”
mereka senyap, memikirkan tuan mereka yang pendosa
merusak kedamaian mempercepat ajal mereka.
Ruang Bercerita, 2022
Bertunas
sesungguhnya dosa itu bertunas
tumbuh menjadi pohon dengan buah yang sangat manis
kanopi lebih teduh dari rumah
sulurnya mengisap cahaya di kening orang-orang buta mata hatinya
agar mereka datang menyembah-nyembah
meminta harta meminta dunia
ke dalam genggaman tangan kufur mereka
Ruang Bercerita, 2022
Atas Nama Kesucian yang Tiada Pernah Ditangguhkan
atas nama kesucian yang tiada pernah ditangguhkan
kita telah diberi rumah yang indah dari Tuhan
meski dengan kunci-kunci yang berat
tapi taman-taman dirawat dengan segenap rasa cinta
agar jiwa kita tak jemu menghadapnya
bukankah aroma kampung akhirat sebenarnya telah sampai
ke hidung kita yang tersumbat?
kesibukan kita adalah meminum dari cangkir yang penuh kilau sinar matahari
menganggapnya terang padahal kelabu dalam sunyi beku
sebenarnya kita cemas seperti layang-layang yang kehabisan tali
saat menuju awan yang empuk itu
rasanya berlangsung seabad
kita terkungkung oleh kebutaan bayangan dunia
bahkan ketika kita menyalang mata
kita semakin merana oleh rimbunnya atap-atap yang terluka
mari kita berkhalwat
sembari terus memandang seberkas sinar yang menghampiri sebatang mawar
yang dijemput kematian pada akarnya
atas nama kesucian yang tiada pernah ditangguhkan
Ruang Bercerita, 2022
Baca juga: Antologi Puisi: Sesalku pada Keraguan
UFO
bagaimana jika UFO sebenarnya
adalah diri kita sendiri?
kita yang memilih menjadi asing
untuk banyak hal.
seperti pura-pura tidak mengenal
seorang teman dekat, menjauhi peradaban,
sepenuhnya tenggelam ke dalam buku-buku,
masa bodoh pada daun-daun yang jatuh,
membangun ruang lapis baja tanpa jendela,
dan memutuskan untuk berhenti
memiliki perasaan.
yang pada akhirnya kita nanti lebih mirip
gelombang radio misterius, hanya bisa
terdeteksi berasal dari suatu tempat.
mengapung di jagat buana. tanpa tahu itu apa.
ketimbang manusia biasa yang menikmati
akhir pekan dari beranda.
bagaimana jika UFO sebenarnya
adalah diri kita sendiri?
Ruang Bercerita, 2022
Pada Pukul Dua Pagi
aku benci saat kedua mataku sulit terpejam
sementara orang-orang bersukaria pergi mengail
ikan kenangan di kolam waktu
dan berteduh di bawah rimbunnya pohon harapan
di dalam mimpi
sementara pada pukul dua pagi
aku masih ditemani segelas teh yang mulai basi
dan menjelma puisi yang pasi
dalam kesunyian serupa mangsi
semua ini tersebab rindu yang hilang kendali
dan sunyi menjadi api yang membakar diri
Ruang Bercerita, 2022
Editor: Kru BiSa