Penulis: Ananda Aditya Firdaus
Ini Bukan Surat Cinta
: Purwa
Salah satu situasi
gawat darurat
adalah dicintai
seorang penyair.
Sebab ia lihai sekali
menyembunyikan gemuruh
di balik dadanya itu.
Memerangkap senyum
pada frasa,
menyimpannya pada
relung yang paling sunyi.
Menjadikannya bara
yang menjaga gemuruh
di dadanya
tetap membara.
*
Satu-satunya yang
membikin ia resah adalah
waktu yang terus bergulir.
Sebab ia pun tahu
gemuruh itu
bisa meledak sewaktu-waktu
bila hanya dibiarkan
terpendam.
Agaknya ia kurang radikal
dalam hal debar-debar.
Kuceritakan hal ini padamu
agar kau hati-hati.
Kau hanya tersenyum,
tak mengamini
atau mengingkari.
(2022)
Baca juga: Antologi Puisi: Asa dan Rasa
Tafsir Artic
Setengah berbisik
menelisik diamnya yang berisik.
Saling tatap, sorotnya menelisik.
Kalang kabut, mataku cabut.
Berisik sekali diamnya.
Keningnya ramai kenang.
Nampaknya, ia pengenang handal.
(2022)
Alarm Hari Senin
Di pembaringan
kunang-kunang
masih
berpendar
bersama sisa
riang semalam.
Suara dering
nyaring;
kringgg
memenuhi seisi ruang.
Menyeret perlahan
ke kolong ranjang
berbaur keheningan.
(2022)
Baca juga: Antologi Puisi: Mengilhami Tubuh Puisi
Teman Saya
Teman ngopi saya
selalu bersuka cita.
Senyum tak pernah
alpa dari bibirnya.
Apalagi keluh kesah,
jarang saya mendengarnya.
Saat iseng kutanya tipsnya,
perlahan bibirnya
mulai bersuara;
kita harus mempunyai
banyak pustaka di kepala.
Rajin-rajinlah kau menabung
kosa kata.
Sebab pustaka yang kaya
di sela riuh dan gemuruh.
Aku masih bisa tertawa,
berkelakar dengan frasa-frasa.
(2023)
Editor: Kru BiSa