Munculnya Artificial Intelligence di Dunia Kepenulisan, Optimis atau Pesimis?

Artficial Intelligence adalah
Sumber: Canva.com

Penulis: Febryan Kusumawardhana

BILIK SASTRA – Sobat BiSa tentu pernah mendengar tentang Artificial Intelligence (AI), bukan? Artficial Intelligence adalah kecerdasan buatan yang beberapa waktu sempat ramai karena mulai mengubah banyak aspek kehidupan di era modern ini. 

ChatGPT adalah salah satu produk AI yang memberikan kemudahan bagi penggunanya untuk memperoleh informasi dengan cepat  bahkan bisa membuat artikel dengan cepat. Dengan adanya kemudahan dari ChatGPT tersebut, tidak jarang beberapa penulis ada yang merasa pesimis dan terancam akan tergantikan oleh teknologi. 

Salah satunya adalah seorang kenalan saya yang kala itu sedang kebingungan mencari pekerjaan. Saya sempat menyarankannya untuk menjadis seorang penulis karena memang jurusan kuliah yang dia ambil sangat cocok dengan pekerjaan tersebut. 

Namun, dia cukup pesimis dengan pekerjaan tersebut pasalnya dia merasa bahwa AI–sedikit demi sedikit–sudah mulai menggilas peran penulis. Dia pun merasa bahwa pekerjaan yang berfondasi pada kemampuan menulis akan mulai tergerus seiring dengan dominasi AI semakin masif. 

Berangkat dari keresahan tersebut, muncul sebuah pertanyaan “Apakah AI akan menggantikan profesi penulis?”. 

Sebenarnya, apa itu Artificial Intelligence?

Melansir dari bbc.com, Artficial Intelligence adalah sebuah program komputer yang dirancang sedemikian rupa untuk bisa merespons seperti manusia. Program tersebut berisi sejumlah data dan dilatih untuk bisa mengidentifikasi pola tertentu yang ada di dalamnya untuk membuat prediksi dan memecahkan masalah.

ChatGPT merupakan salah satu perangkat lunak yang mengandalkan AI untuk menghasilkan konten secara otomatis. Melalui aplikasi tersebut, kita bisa mencari jawaban atau membuat sebuah tulisan dengan memberikan instruksi tertentu.   

Terlihat berpeluang, tetapi mengancam

Ada banyak kekhawatiran yang muncul akibat perkembangan AI yang semakin masif. Salah satunya adalah para penulis yang bergerak di bidang jurnalistik yang merasa pekerjaannya mulai tergantikan oleh teknologi ini. 

Seorang CEO perusahaan penerbit asal Jerman, Axel Springer, menyatakan kepada The Guardian bahwa para jurnalis nantinya akan digantikan oleh AI. Menurutnya, adanya peralihan dari tenaga manusia ke tenaga mesin ini bisa semakin maju seiring berjalannya waktu. 

Hal itu dapat mengancam keberlangsungan hidup para pekerja yang bergerak di bidang jurnalistik dan juga berdampak pada perusahaannya. Hal tersebut juga selaras dengan pernyataan Dr. Mathias Döpfner  yang juga seorang CEO. 

Akan tetapi, Brad Smith, CEO dari Wordable dan Codeless, mengatakan hal yang sebaliknya. Ia berpendapat bahwa AI memang masih memiliki keterbatasan dalam pembuatan konten. Namun, ia yakin bahwa AI justru merupakan sebuah peluang untuk meningkatkan kemampuan menulis seseorang.

Selain itu, AI itu sendiri yang nantinya akan memberikan tujuan yang jelas terkait arah perkembangannya. Smith juga memaparkan permasalahan pada AI saat ini, yaitu terlalu bergantung pada pola dan kemunculan kata yang bersebelahan saat kita mencari suatu topik tertentu. 

Baca juga: Ebook Ilegal, Praktis atau Pelanggaran Hukum?

Artificial Intelligence masih bisa dikembangkan 

Berdasarkan dua pernyataan, ada dua poin penting yang bisa diambil. Pertama, keberlangsungan profesi penulis dan hidup perusahaan. Kedua, kreativitas pada konten yang dibuat menggunakan AI. Kedua poin tersebut sepertinya tidak bisa dibandingkan. 

Sebaliknya, kita dapat menarik sebuah perspektif baru yang menuju pada suatu kesepakatan yang potensial. Meski sekarang AI sudah cukup canggih untuk membantu proses penulisan sebuah konten, nyatanya ada beberapa hal yang masih perlu diperbaiki dan dikembangkan. 

Jika kita sadari, sejauh ini sebenarnya AI masih berfokus pada suatu tulisan objektif yang hampir nihil subjektifitas. Subjektifitas konten yang di sini berarti adanya “sentuhan manusia” yang senantiasa hadir pada setiap konten yang hanya bisa kita jumpai dari setiap  penulis. 

Tulisan yang ditulis manusia tentunya akan terasa lebih variatif karena ada ide serta ciri khas dari penulisnya. Hal itu pun berpengaruh pada selera masing-masing penikmat konten tulisan. Jadi, Artficial Intelligence adalah medium “pengabul” ide manusia ke realitas ke dalam sebuah tulisan. 

Benarkah ChatGPT akan mengancam peran penulis?

Dalam perspektif jurnalistik, hal yang paling memudahkan atau bahkan berpotensi mengancam adalah perkara pengumpulan data. Namun, hal itu juga belum tentu sepenuhnya benar. 

Pengumpulan data dalam bidang jurnalistik tidak serta merta mengenai riset sederhana. Seorang jurnalis juga harus melibatkan teknik wawancara yang tidak bisa lakukan oleh AI. 

Dalam proses wawancara, perlu adanya intonasi, kemampuan retoris, dan lain sebagainya. Dalam menulis sebuah artikel berita, setiap jurnalis juga memiliki ciri khas tersendiri yang tertuang dalam susunan kata-kata yang mampu memengaruhi pembaca untuk membaca konten tersebut. 

Memang algoritma dalam AI mampu membaca suatu behavior atau kebiasaan pembaca dalam membaca berita, tetapi algoritma hanya membaca data yang dominan yang sifatnya eksakta. Apalagi dalam kaitannya dengan straight news, masih terdapat konten features yang mengemas berita dalam realitas yang jauh lebih transenden dan personal.

Dari dua perspektif penulis di atas, bisa kita simpulkan bahwa pada akhirnya Artficial Intelligence adalah sebuah medium perantara dalam penulisan suatu konten, bukan sebagai pengganti profesi penulis ataupun jurnalis sepenuhnya. 

Baca juga: Minat Baca Indonesia Rendah, Revolusi Literasi Solusinya

Menulis bersama Artificial Intelligence

Walaupun AI memang kesannya mengancam bidang tulis-menulis, bukan berarti kita harus takut dan bahkan menganggap buruk AI. Perlu kita pahami bahwa AI adalah suatu perkembangan teknologi yang memang sepatutnya terjadi. 

Justru tugas kita sebagai penulis adalah menyesuaikan diri untuk mampu berdampingan dengan AI dalam membuat suatu konten yang lebih kreatif dan juga mampu menghasilkan tulisan yang kritis. Toh, AI juga butuh manusia untuk berkembang menjadi lebih baik lagi supaya mampu membantu kehidupan manusia sehari-hari dalam bidang pekerjaan apa pun.  

Kemunculan AI ini pun menjadi contoh nyata bahwa kemajuan teknologi yang semakin pesat harus kita tanggapi dengan bijaksana. Saya yakin bahwa AI justru dapat menjadi inovasi baru dalam bidang jurnalistik atau dunia kepenulisan di masa depan. 

Editor: Kru BiSa

Sumber

Brown, Annie. “AI Is Not Going to Replace Writers Anytime Soon – But The Future Might Be Closer Than You Think”. https://www.forbes.com/sites/anniebrown/2021/07/20/ai-is-not-going-to-replace-writers-anytime-soon–but-the-future-might-be-closer-than-you-think/?sh=1b3c9f2e6087 

McCallum, Shiona dan Jennifer Clarke. “What is AI, is it dangerous and what jobs are at risk?”. https://www.bbc.com/news/technology-65855333 

Yerushalmy, Jonathan. “German Publisher Axel Springer Says Journalists Could Be Replaced By AI”. https://www.theguardian.com/technology/2023/mar/01/german-publisher-axel-springer-says-journalists-could-be-replaced-by-ai

Sobat BiSa

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *