Penulis: Imam Budiman
Ayat Ibu; Fasal Satu
/I/
seperti bayang, semirip
lakon sembahyang.
tak ada api,
—tiada ruang.
kutanam tubuh di selatan,
demi meringkas jalan
menuju pulang.
/II/
hari tak pernah libur,
serupa cinta ibu
yang selalu
lembur.
—di matanya, doa
mengalir dan lebur.
Ciputat, 2022
Ayat Ibu; Fasal Dua
/III/
seekor kupu-kupu lahir
dari semesta rahim ibu.
di atas kedua sayapnya
tertulis silsilah nama
para leluhurnya.
/IV/
seekor kupu-kupu lahir
tersesat di antara
lembah waktu.
mencari tempat pulang
serupa rahim ibunya.
Ciputat, 2022
Baca juga: Pergi Tak Kembali
Ayat Ibu; Fasal Tiga
/V/
sifat hujan liar
di luar jendela.
menjelma anak batu
pada rintik keseribu.
“aku ingin pulang
ke palung hati ibu.”
/VI/
sifat hujan jinak
di dalam mata ibu.
menatah lamunan kecil
tentang nasib rumputan.
“aku rumah bagi segala
keluh kesahmu, anakku.”
Ciputat, 2022
Ayat Ibu; Fasal Empat
/VII/
anak sulung membangun
sebuah surau kecil
di hati ibunya.
satu pintu, satu mihrab,
dua jendela bersisian.
surau kecil yang menjadikan
mata—lidah—telinga ibu
tunduk kepada-Nya.
/VIII/
surau kecil tempat kelak
si anak sulung pulang
dan dipulangkan.
Ciputat, 2022
Baca juga: Antologi Puisi: Menghapus Kamu
Ayat Ibu; Fasal Lima
/IX/
seseorang terlempar ke masa lalu,
terkenang ramu-racik masakan ibu.
bermula mengenal wangi dapur
tempat kedua tangan ibu
bekerja-mencintai.
/X/
ramai sebuah perjamuan
kesedihan tidak boleh
memiliki rupa.
lidah tak pernah pandai
mengenal para tamu
mau pun resep
terbaru.
Ciputat, 2022
Ayat Ibu; Fasal Enam
langit kunyit
seperti mata ibu
ketika memutuskan
pergi dari rumah kayu.
mata ibu menyaksikan
bagaimana seonggok
tembuni ditanam
dalam kendi.
satu. dua. tiga.
empat. lima.
lima tembuni tumbuh
mencintai mata ibu.
Ciputat, 2022
Editor: Kru BiSa