Penulis: Agil Wahyu Wicaksono
BILIK SASTRA – Halo, Sobat BiSa, pernahkah kamu berpikir kalau berbicara dengan diri sendiri akan menghasilkan karya yang luar biasa? Betul, itulah sastra yang terlahir dari realita kehidupan melalui proses intelektual dan ketajaman imajinasi. Seorang pengarang memiliki landasan yang didasarkan pada pengalaman hidup dalam ruang dan waktu.
Sebenarnya, kehidupan yang ada itu mempunyai sikap atas rekaan pengarang. Kenyataan dan kebenaran di dalamnya tidak mungkin dapat kita samakan dengan kehidupan yang ada. Namun, telaah gaya bahasa di dalamnya memiliki nilai estetika yang mampu menyampaikan beragam informasi kepada pembacanya.
Terjebak dalam alunan melodi sastra sudah menjadi hal yang biasa, bukan? Nah, Sobat BiSa harus cermat dalam memahami setiap unsur yang ada. Yuk, mari simak besama!
Apa itu sastra?
Menurut Teeuw (1988), sastra berasal dari bahasa Sansekerta ‘sas’ berarti mengarahkan, memberi petunjuk atau instruksi. Akhiran ‘tra’ berarti alat, sarana. Di dalamnya, memiliki arti seperangkat alat untuk memberikan pengajaran atau petunjuk. Dalam teori kontemporer, sastra memiliki ciri-ciri imajinasi dan kreativitas yang menciptakan hasil baik dan indah.
Secara etimologis, sastra merupakan kemampuan emosional untuk menjelajahi aktivitas manusia dalam bentuk yang indah, lebih khusus lagi dengan memanfaatkan bahasa, baik lisan maupun tulisan. Karyanya tidak jatuh begitu saja dari langit, tetapi ada hubungan antara pengarang dan pembacanya. Sehingga pemahamannya harus selalu menempatkan variabel pada bingkai yang tidak terpisahkan.
Fungsi
Sastra berfungsi sebagai dulce et utile, yang artinya indah dan bermanfaat. Bahkan, dapat memberikan hiburan bagi pembacanya dari segi bahasa, cara penyajian, jalan cerita, atau penyelesaian persoalan. Selain itu, fungsinya juga memberikan manfaat berupa pengetahuan dan tidak memungkinkan untuk terlepas dari ajaran-ajaran moral.
Di dalamnya, terdapat nilai kearifan dalam berbahasa melalui dialektikanya. Pola tutur kata yang memukau memberikan kesan magis. Oleh karena itu, kehadirannya tidak memiliki kesenjangan sehingga siapa pun dapat menikmatinya.
Baca juga: Mengenal Estetika dalam Dunia Seni
Nilai estetikanya
Sastra tercipta atas adanya dialektik yang membangun dunia melalui kata-kata. Alasannya karena kata-kata memiliki energi yang dapat membentuk suatu citra tentang dunia tertentu. Kata-kata juga memiliki aspek dokumenter yang dapat menembus ruang dan waktu untuk mengenal keanekaragaman informasi dari individu satu ke individu yang lain.
Hakikat subjektif imajinatif memberikan fungsi untuk mencapai tingkat yang lebih tinggi. Sastra selalu mentransformasikan aktivitas literer dan aktivitas kultural ke dalam teks, dari bahasa formal ke dalam bahasa sastra, dari kejadian ke dalam plot, dan dari karakterologi ke dalam karakterisasi. Suatu hal yang telah dilegitimasikan ke dalam teks tidak dapat diterjemah secara semula karena tidak memiliki relevansi objektif.
Intensitas kenyataannya
- Sosiologi sastra, berkaitan dengan analisis stagnasi strukturalisme yang mengedepankan unsur intrinsik sehingga melewatkan unsur ekstrinsik, yaitu aspek sosiokultural.
- Studi kultural, berkaitan dengan masalah poststrukturalisme yang membicarakan kritik terhadap sastra, baik fiksi maupun non fiksi.
Perlu diingat bahwa imajinasi dan kreativitas hanyalah khayalan kosong yang didasarkan atas keyakinan. Dalam sastra, kenyataan yang dimaksud bukan kenyataan dalam ruang dan waktu, bukan juga kenyataan yang dapat dibuktikan secara langsung. Semua yang terjadi dalam karya tersebut disebut sebagai kenyataan yang ‘mungkin’ terjadi.
Baca juga: Hermeneutika: Memaknai Tidak Pernah Sesulit Ini
Realitas nyata di dalamnya
Sastra bukan hanya mencerminkan suatu kenyataan saja, melainkan lebih dari itu. Fenomena individual memberikan penjelasan atas terjadinya suatu karya dengan proses yang hidup. Karya ini berbicara mengenai manusia dan kemanusiaan, sedangkan manusia tidak dapat terlepas dari keberadaannya sebagai makhluk sosial dan budaya.
Dalam melestarikan suatu budaya, sastra memiliki banyak cara yang secara keseluruhan dilakukan melalui sarana bahasa. Bentuk keindahan fisik dapat terlihat secara kasat mata. Di sisi lain, bentuk keindahan sastra oral dapat kita lihat melalui penyajian yang dibawakan pencerita maupun sarana pementasannya. Bentuk keindahan formal terkandung dalam bahasa, seperti irama dan gaya bahasa.
Sebagai media untuk mengungkapkan pikiran pengarang, sastra seringkali diibaratkan sebagai perilaku imajinatif dan bersifat estetik. Oleh karena itu, pencipataannya bertujuan untuk dinikmati, dipahami, dan dimanfaatkan oleh masyarakat dalam kehidupan.
Nah, Sobat Bisa, dari penjelasan di atas dapat kita lihat bahwa betapa luasnya cakupannya dalam aspek sosiokultural. Jadi, mari kita mendedikasikan diri pada dunia kesastraan sehingga karya-karya kita dapat dinikmati oleh banyak orang.
Editor: Iska Pebrina
Sumber:
Ayuningtyas, Ratna. 2019. Relasi Kuasa dalam Novel Anak Rantau Karya Ahmad Fuadi: Kajian Teori Michel Foucault. Jurnal Ilmiah Sarasvati, Vol. 1, No.1, Hal 73-86
Irawanti, Alda Aprilia., Agustiani, Tanti. 2020. Analisis Nilai Moral dalam Novel Surat Kecil untuk Tuhan Karya Agnes Davonar. Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Vol. 4, No. 2, Hal 98-102.
Istiqomah, Nuriana., Doyin, Mukh., dan Sumartini. 2014. Sikap Hidup Orang Jawa dalam Novel Orang-Orang Proyek Karya Ahmad Tohari. Jurnal Sastra Indonesia. Vol. 3, No. 1, Hal 1-9