Pamor Majalah Anak di Era Digital

Majalah anak
Sumber: Gramedia.com dan goodnewsforindonesia.id

Bobo, Coreng, Upik, Bibi Titi Teliti, Bibi Tutup Pintu, Paman Gembul, Paman Kikuk, …

BILIK SASTRA – Sobat BiSa pasti kenal, kan, dengan nama karakter-karakter di atas? Kalau berasal dari generasi yang sama dengan saya, kalian pasti tidak akan asing lagi dengan mereka. Ya, mereka adalah anggota keluarga Bobo. Karakter-karakter yang kita temui di majalah anak fenomenal Bobo

Majalah anak yang sempat hits di Indonesia

Sadar nggak, sih, kalau dulu—tahun 1990-an hingga 2000-an awal—ada banyak sekali majalah-majalah anak, seperti majalah Bobo, Donal Bebek, Mentari, Ananda, Fantasi, dan lain sebagainya. Nah, di antara majalah-majalah anak itu, majalah Bobo—bisa dibilang—merupakan majalah anak yang paling fenomenal saat itu. 

Majalah-majalah anak saat itu memiliki beragam rubrik. Mulai dari cerpen, cergam, cerbung, surat pembaca, hingga pengetahuan. Dengan adanya rubrik yang beragam tersebut, pembaca—khususnya anak-anak—menjadi tidak bosan dengan hanya terpaku pada satu tema. Mereka dapat membaca cerita, baik cerpen, cergam, maupun cerbung. 

Ada banyak rubrik yang tersedia

Selain cerita-cerita fiksi, ada pula rubrik pengetahuan. Rubrik pengetahuan ini pun bermacam-macam isinya. Ada kisah-kisah tokoh dunia, teka-teki, dan soal-soal latihan. Dengan begitu, anak-anak dapat membaca sambil belajar. 

Satu lagi rubrik yang menarik perhatian saat itu adalah surat pembaca. Sesuai namanya, surat pembaca berisi surat-surat yang dikirim pembaca. Dalam majalah Bobo, misalnya, surat yang dikirim pembaca itu bisa berisi sapaan kepada karakter Bobo dan keluarga. Selain itu, surat itu bisa juga ditujukan untuk sahabat pena. 

Sahabat pena sempat eksis saat itu

Sobat BiSa tahu istilah sahabat pena? Sebelum memasuki era digital, ada istilah sahabat pena, yaitu orang yang melakukan kegiatan surat-menyurat dengan seseorang yang belum pernah ditemui. Jadi, rubrik surat pembaca ini bisa menjadi sarana untuk mencari sahabat pena. 

Kalau sekarang, mungkin sudah tidak ada lagi yang menggunakan istilah itu. Di era digital ini, istilah sahabat pena sudah tergantikan dengan istilah sahabat media sosial. Kita bisa saja berkenalan dan bertukar kabar dengan orang-orang dari seluruh belahan dunia melalui media sosial.  

Pamor majalah anak di era digital

Selain istilah sahabat pena yang sudah digantikan dengan istilah sahabat media sosial, pamor majalah anak pun tampaknya juga sudah turut digantikan. Namun, kira-kira digantikan dengan apa, ya?  

Jika kita melihat anak-anak sekarang, pasti sudah banyak yang menggunakan gadget. Nah, pertanyaannya apakah ada dari anak-anak itu yang menggunakan gadget untuk membaca majalah anak secara online? Atau mereka hanya menggunakan gadget untuk bermain game atau menonton YouTube?

Bagi generasi milenial, era digital memberikan banyak sekali kemudahan. Dari segi literasi, misalnya, sudah banyak platform-platform yang menyajikan e-book sehingga kita tidak harus membeli buku fisik. Ada pula platform-platform yang dapat menjadi wadah bagi para penulis untuk mulai menulis, seperti Wattpad. 

Namun, di antara platform-platform tersebut, belum ada yang mengkhususkannya untuk literasi anak-anak. Menurut saya, di samping berbagai kemudahan tersebut, konten sastra secara digital belum menjangkau pembaca anak-anak.

Dengan begitu, bacaan untuk anak-anak bisa dibilang masih kurang bervariasi. Peminat sastra anak khususnya majalah anak pun semakin berkurang.

Minat literasi anak-anak di era digital

Menurut saya, hal tersebut turut memengaruhi minat baca anak-anak saat ini. Bisa kita lihat bahwa anak-anak sekarang semakin jauh dari literasi. Alih-alih membaca buku, mereka lebih memilih untuk bermain gadget.  

Sayangnya, majalah-majalah anak tersebut tidak bisa menyaingi kecepatan di era digital ini. Mungkin majalah-majalah anak tersebut masih ada yang dicetak secara rutin, tetapi terbatas. Hal itu dikarenakan memang peminatnya tidak sebanyak dulu. 

Mungkin saja orang-orang yang masih berlangganan majalah tersebut adalah orang tua yang dulunya sering membaca majalah anak. Jadi, mereka mewariskan kebiasaan membaca tersebut kepada anak-anak mereka.  

Seiring berjalannya waktu, peminat majalah untuk anak-anak berkurang. Saya pun berharap era digital ini nantinya akan mampu menjangkau pembaca anak-anak sehingga sastra anak juga akan semakin berkembang. Dengan begitu, minat literasi anak-anak juga akan turut meningkat

Nyatanya ada banyak pengetahuan yang bisa didapatkan

Padahal, rubrik-rubrik dalam majalah anak tersebut sangat menarik. Anak-anak tidak hanya membaca, tapi juga bisa menulis cerita dan mengirimkannya ke pihak majalah untuk diterbitkan. 

Selain itu, mereka juga bisa mendapat pengetahuan baru dan mengerjakan soal-soal latihan yang ada. Mereka juga dapat bermain teka-teki bersama orang tua, saudara, atau teman-teman mereka. Jadi, anak-anak dapat membaca, menulis, belajar, sekaligus bermain. 

Nah, Sobat BiSa. Mari kita mendukung perkembangan sastra anak agar tidak termakan oleh waktu sehingga generasi-generasi mendatang akan memiliki minat literasi yang tinggi.

Editor: Cesilia Sasanda

Iska Pebrina

Penulis amatiran yang suka menulis ini dan itu. Instagram @iskafr

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *