Penerimaan Diri sebagai Proses Memulihkan Luka

Sumber: gradienmediatama.com

“Maksudnya, hanya ketika sudah jauh terlewati aku sadar ternyata aku orang yang keras kepala. Sibuk jadi yang terluka, merasa sudah mengorbankan banyak hal tanpa berpikir bahwa banyak juga orang yang sudah berkorban untukku.”

Manusia dan Badainya

BILIK SASTRA – Begitulah salah satu kutipan yang ada dalam novel Manusia dan Badainya karya Syahid Muhammad. Manusia memiliki egonya masing-masing untuk memenuhi kepuasan dalam dirinya. Namun, ketika segala sesuatu yang tidak kita inginkan datang, manusia merasa paling terluka dan menyalahkan orang lain atas lukanya sekaligus merasa paling menderita.

Dalam hidup, kita sudah menerima banyak luka, tetapi bukan berarti orang lain juga tidak menerima luka dari kita. Novel ini memberikan gambaran bahwa dalam kehidupan itu pasti ada timbal baliknya. Pemberi luka dan penerima luka. Pemberi obat dan penerima obat.

Syahid Muhammad, seorang penulis kelahiran tahun 1990 yang telah menghasilkan berbagai karya. Syahid juga beberapa kali berkolaborasi dengan penulis lain. Novel Manusia dan Badainya merupakan gambaran realitas yang mungkin sebagian orang dapat mengalaminya. Novel setebal 300 halaman ini menceritakan perjalanan tokoh Janu untuk memulihkan diri dari luka batinnya.

Sinopsis novel Manusia dan Badainya

Janu merupakan seorang pria yang sudah berulang kali gagal dalam percintaan. Ia menjalin hubungan dengan beberapa perempuan yang awalnya menyenangkan, tetapi berakhir dengan saling memberi luka satu sama lain.

Selain itu, hubungan Janu dengan ibunya pun kurang baik. Janu tidak pernah mendapatkan ruang untuk menyampaikan pendapatnya dan tidak pernah mendapatkan apresiasi atas keberhasilannya. Hubungan Janu dengan Ibunya tidak pernah akur hingga ibunya meninggal.

Sebelum itu, ayahnya sudah lebih dulu meninggal karena gagal ginjal. Janu mengalami penderitaan yang terasa amat berat untuk dijalani. Selain dengan orang lain, Janu juga merasakan pergulatan batin dengan dirinya sendiri. Ia yang memiliki banyak luka, tetapi selalu ingin menyembuhkan luka orang lain. 

Proses penerimaan diri

Manusia tumbuh, berproses, dan merangkai diri menjadi pribadi yang lebih baik dari masa ke masa. Apa yang dicari? Tentu kehidupan yang layak, menyenangkan, dan sesuai dengan keinginan hati.

Namun, kita tidak dapat mengharapkan segala sesuatu datang dengan cuma-cuma. Semua butuh proses yang menyakitkan. Bahkan sakitnya seperti hidup dalam ilusi bayang-bayang penderitaan.

Ada satu hal lagi. Manusia takut dengan kegagalan. Kegagalan satu bertemu dengan kegagalan lainnya. Murka! Rasanya seperti hidup dalam tempurung api yang membara. Kita memerlukan pulih dan penerimaan diri. Penerimaan akan segala hal yang terjadi dalam proses kehidupan.

Hal itu memang bukan perkara yang mudah. Jikalau kita masih dapat mengendalikan situasi tersebut. Bukankah itu akan lebih sulit dan menambah luka baru? Mungkin saja karena kita masih berada pada koma dan belum mencapai titiknya.

Perjalanan menuju pulih

Hal itulah yang terlintas dalam benak saya dan mungkin pembaca lainnya setelah membaca novel Manusia dan Badainya karya Syahid Muhammad ini. Novel ini cukup menarik untuk dibaca dari lembar pertama hingga lembar terakhir. Seperti dalam halaman judul novelnya yang tertulis “perjalanan menuju pulih”, novel ini memberikan banyak pelajaran berharga.

Novel ini juga memberikan pesan yang sangat dalam, yaitu bagaimana kita dapat memandang diri kita sendiri dan menerimanya. Jujur saja saat membaca novel ini, saya merasa terombang ambing dengan kisahnya dan tersadarkan dengan setiap kata yang tertulis dengan penuh makna.

Meskipun ada beberapa yang membuat saya merasa bingung karena alur kilas baliknya. Namun, semua yang tertulis membuat saya sadar akan satu hal, yaitu penerimaan diri agar tidak menimbulkan luka bagi diri sendiri dan orang di sekitar kita. 

Lalu, bagaimana cara Janu menyembuhkan luka yang ada dalam dirinya. Apakah Janu dapat pulih seutuhnya? Sobat BiSa dapat ikut mengiringi langkah Janu dalam proses penerimaan diri tersebut dalam novel Manusia dan Badainya ini.

Editor: Iska Pebrina

Baca Juga: Ulasan Miracle in Cell No. 7, Wujud Kasih Seorang Ayah

Veronika Ivanalia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *