Penulis: Salwa Aulia Rohmah
BILIK SASTRA – Tahukah Sobat BiSa bahwa setiap tanggal 16 November diperingati sebagai Hari Toleransi Internasional. Untuk ikut merayakan hari ini, tidak ada salahnya menonton film tentang toleransi.
Toleransi merupakan sikap saling menghargai dan menghormati perbedaan yang ada. Sikap toleransi ini sangat penting untuk membangun kehidupan yang harmonis dan damai di tengah masyarakat yang beragam.
Nah, Sobat BiSa tahu nggak, sih, kalau salah satu cara untuk memperkuat sikap toleransi adalah dengan menonton film-film yang mengangkat tema toleransi. Kira-kira, film apa saja, ya, yang mengangkat tema tentang toleransi?
1. 99 Cahaya di Langit Eropa (2013)
Film yang disutradarai oleh Guntur Soeharjanto ini bercerita tentang seorang pria bernama Rangga Almahendra. Ia tengah menempuh pendidikan Doktor di Austria dan ditemani oleh istrinya yang bernama Hanum Salsabiela Rais. Di sana, Rangga dan Hanum menemukan jejak peninggalan Islam yang ada di Eropa, serta pandangan beberapa orang Eropa mengenai agama Islam.
Karakter Khan (Alex Abbad) dan karakter Stefan (Nino Fernandez) menjadi tokoh yang memegang peran penting dalam film ini. Memiliki latar belakang agama yang berbeda, membuat keduanya seringkali berdebat. Untungnya, Rangga mampu menjadi penengah yang baik bagi Khan dan Stefan.
Berbalut kisah persahabatan dengan orang-orang yang berasal dari negara yang berbeda, film 99 Cahaya di Langit Eropa ini mampu memberikan berbagai sudut pandang kepada penontonnya. Tak heran mengapa film yang diadaptasi dari buku dengan judul yang sama ini berhasil menarik perhatian masyarakat.
2. ? (Tanda Tanya) (2011)
Rekomendasi film tentang toleransi selanjutnya adalah film ? (Tanda Tanya). Film yang rilis pada tahun 2011 ini mengambil latar tempat di Semarang, Jawa Tengah. Film Tanda Tanya berfokus mengenai keberagaman agama dan ras pada masyarakat Indonesia.
Secara singkat, film ini bercerita mengenai tiga keluarga yang memiliki agama berbeda, tetapi saling berkaitan satu sama lain. Selain agama, ketiga keluarga ini juga terdiri dari etnis seperti Tionghoa dan Jawa.
Konflik mulai muncul ketika agama dan ras yang berbeda mulai bergesekan satu sama lain. Selain itu, ada pula pergolakan batin antara memilih kepercayaan atau berperan bagi kemanusiaan. Film Tanda Tanya ini ingin menyampaikan pesan untuk selalu menjunjung tinggi nilai toleransi atas keberagaman etnis, suku, serta agama yang ada di Indonesia.
Baca Juga: 7 Film Fantasi Terbaik, Ada Dunia Sihir hingga Pararel
3. Lima (2018)
Film Lima yang tayang pada 2018 ini bercerita tentang konflik tiga bersaudara yang berbeda agama. Perbedaan tersebut kemudian menjadi pemicu masalah ketiganya, terutama setelah ibunya wafat. Tak hanya soal perbedaan agama, film besutan Lola Amaria ini juga menyoroti soal SARA.
Film ini menceritakan bagaimana Fara (Prisia Nasution), Aryo (Yoga Pratama), dan Adi (Baskara Mahendra) yang baru saja kehilangan ibu mereka, Maryam (Tri Yudiman). Masalah-masalah pun muncul setelah kepergian Maryam, terutama soal bagaimana Maryam dimakamkan.
Maryam adalah seorang Muslim, sedangkan dari ketiga anaknya, hanya Fara yang juga seorang Muslim. Ada pula Adi yang kerap mengalami perundungan dan menyaksikan peristiwa yang tidak berperikemanusiaan dan menggugah hatinya sebagai manusia.
Film Lima ini menyampaikan pesan soal pentingnya lima sila Pancasila, yakni ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, musyawarah, serta keadilan. Lewat film tentang toleransi ini, kita juga mendapatkan pelajaran untuk bersikap tenggang rasa terhadap siapa saja, tidak hanya dalam keluarga dekat.
4. Bumi Itu Bulat (2019)
Film Bumi Itu Bulat mengangkat isu primordialisme etnis dan keagamaan yang ditarik ke ranah politik sederhana sehingga menciptakan polarisasi dalam masyarakat. Film ini menyampaikan pesan toleransi melalui kisah persahabatan, cinta, serta hubungan antara orang tua dan anak.
Berlatar anak-anak muda yang sedang mengejar impian, menjadikan film ini relevan dengan kehidupan anak muda masa kini. Film Lima berkisah tentang seorang anak muda bernama Rahabi (Rayn Wijaya) yang memiliki grup musik bernama Rujak Acapella. Dinamakan demikian karena anggota grup musik tersebut terdiri dari berbagai latar suku dan agama.
Rahabi sangat ingin grup musiknya sukses dan memiliki album sendiri. Dia dan teman-temannya pun bekerja keras untuk dapat masuk ke dapur rekaman. Sampai akhirnya dia bertemu dengan Aldi (Arie Keriting), seorang produser musik yang siap menerbitkan album Rujak Acapella.
Namun, dia memiliki satu syarat, yaitu Aisha (Febby Rastanti) harus masuk ke dalam grup musik tersebut. Perjalanan mereka ternyata tidak mudah karena Aisha sudah hijrah dan berhenti menyanyi.
Produser film ini, Robert Ronny, ingin mengingatkan kembali bahwa semua perbedaan yang ada di Indonesia adalah sebuah kekuatan. Robert percaya apabila setiap elemen masyarakat dapat bersama-sama membangun Indonesia yang lebih baik.
Baca Juga: 5 Film Pendek Indonesia yang Meraih Segudang Penghargaan
5. Indonesia Bukan Negara Islam (2009)
Rekomendasi film tentang toleransi yang terakhir adalah film Indonesia Bukan Negara Islam. Film dokumenter ini mengangkat tentang perbedaan agama yang terjadi di sekolah. Bercerita tentang dua siswa beragama Islam yang bersekolah di Canisius College (CC) atau Kolese Kanisius, Jakarta.
Meski bersekolah di tempat yang mayoritas muridnya tidak seiman dengannya, mereka tetap bisa salat tanpa ada gangguan atau tekanan dari pihak lain. Jason Iskandar, sutradara film Indonesia Bukan Negara Islam, pada saat itu masih berstatus sebagai pelajar SMA.
Melalui film ini, Jason menunjukan Indonesia sebagai negara yang majemuk karena tidak semuanya beragama Islam. Dari film tentang toleransi ini, kita dapat belajar tentang pentingnya menghargai perbedaan dan saling memahami antarindividu dan kelompok.
Itulah 5 rekomendasi film tentang toleransi. Harapannya, setelah menonton film-film di atas, rasa toleransi di antara kita akan semakin kuat. Dengan begitu, perdebatan dan permusuhan akan semakin minim. Apalagi kita hidup di negara majemuk yang kaya akan perbedaan.
Nah, dari kelima film di atas, film apa yang menjadi favorit Sobat BiSa?
Editor: Iska Pebrina