Hari Puisi Nasional: Menurunnya Minat Puisi di Kalangan Anak Muda

ilustrasi minat puisi anak muda
Sumber: unsplash.com

Penulis: Salisa Putri Fathica

BILIK SASTRA – Tahukah Sobat BiSa kalau setiap 28 April, bertepatan dengan Hari Puisi Nasional? Ternyata perayaan tersebut bisa kita jadikan sebagai momen penting untuk merenungkan fenomena menurunnya minat baca anak muda saat ini terhadap puisi.

Di era digital seperti sekarang, informasi dan segala bentuk hiburan lebih menarik dan dapat kita akses dengan mudah. Hal ini menyebabkan fenomena menurunnya minat anak muda terhadap puisi kian terasa. Fenomena ini harus menjadi perhatian kita bersama, mengingat puisi adalah salah satu kekayaan budaya Indonesia yang perlu kita lestarikan.

Sobat BiSa mungkin bertanya-tanya, apakah puisi masih relevan di era digital? Jika tidak, kira-kira apa saja faktor yang mempengaruhi dan bagaimana meningkatkan kembali minat anak muda terhadap puisi? Nah, Hari Puisi Nasional ini menjadi momen yang tepat untuk kita sama-sama mencari jawaban dan merumuskan strategi untuk meningkatkan kembali minat baca anak muda terhadap puisi.

Sejarah puisi di Indonesia dan Hari Puisi Nasional

Di Indonesia, puisi mulai bermunculan pada tahun 1920, bermula dari M. Yamin yang menciptakan puisi tentang Tanah Air. Puisi tersebut dianggap sebagai sajak modern pertama di Indonesia sebelum sajak-sajak lainnya bermunculan.

Selama periode 1920-1942, munculah penyair-penyair Indonesia terkenal yang kita kenal hingga saat ini. Mulai dari Amir Hamzah, Armijn Pane, dan Samadi. Pada masa itu, ciri puisinya berbentuk simetris, bersajak air, menggunakan sajak pantun, dan beraliran romantis. Pada tahun berikutnya, ada banyak penyair menghasilkan berbagai ciri puisi dan terkadang masih mengikuti ide-ide di tahun-tahun sebelumnya.

Sobat BiSa mungkin masih bingung, kenapa 28 April menjadi Hari Puisi Nasional. Nah, alasannya untuk memperingati wafatnya Chairil Anwar, penyair legendaris Indonesia yang meninggal pada 28 April 1949.

Fenomena menurunnya minat anak muda terhadap puisi

Seperti yang Sobat BiSa ketahui dan tanpa bisa kita pungkiri lagi bahwa menurunnya minat anak muda terhadap puisi semakin terlihat jelas. Hal ini tampak dari minimnya jumlah anak muda yang membaca, menulis atau membuat, menghadiri acara-acara puisi, dan berpartisipasi dalam lomba puisi.

Penggunaan gaya bahasa dalam puisi yang terbilang rumit menjadi salah satu pemicu minat puisi menjadi berkurang hingga sangat jarang dijumpai. Padahal, puisi dapat memberikan banyak manfaat, seperti dapat mengetahui cara pemilihan kata yang tepat agar terdengar atau terlihat indah, dapat menambah kosa kata baru, dan dapat melatih ketelitian dalam membaca dan memahami suatu bacaan.

Baca juga: Nasib Industri Pertelevisian Indonesia di Era Digital

Alasan menurunnya minat anak muda terhadap puisi

1. Perkembangan Teknologi

Kemajuan teknologi yang semakin cepat, seperti penggunaan internet dan media sosial mengubah cara anak muda dalam mengonsumsi informasi dan hiburan. Anak muda cenderung tertarik pada hiburan yang cepat dan langsung, seperti gambar atau video pendek.

Adanya perkembangan teknologi ini, menyebabkan puisi yang memang membutuhkan waktu dan ketekunan dalam membaca dan memahami maknanya, dianggap terlalu membosankan, lambat dan rumit untuk dimengerti bagi sebagian anak muda.

2. Arus Globalisasi

Arus globalisasi menyebabkan terjadinya pergeseran budaya. Hal ini menyebabkan anak muda saat ini cenderung mengikuti budaya modern tanpa disaring terlebih dahulu dan budaya-budaya lokal mulai terlupakan, khususnya puisi

Kuatnya arus globalisasi membuat ketertarikan anak muda terhadap puisi berkurang karena menganggap bahwa puisi ini terkesan kuno dan kaku untuk anak muda.

3. Kurangnya edukasi

Kurangnya edukasi dengan strategi belajar yang menarik di sekolah dan lingkungan keluarga. Puisi biasanya diajarkan dengan cara yang membosankan dan itu-itu saja sehingga anak muda menjadi tidak termotivasi dan semangat untuk belajar tentang puisi lebih lanjut.

Selain itu, materi mengenai puisi tidak dipaparkan dengan jelas. Sekolah lebih berfokus pada prosa dan teks informatif serta mengabaikan pentingnya puisi sebagai bentuk sastra yang berharga. Hal ini menyebabkan anak muda kurang terbiasa dan kurang pemahaman yang memadai tentang puisi.

4. Sulit dipahami

Puisi biasanya menggunakan bahasa metaforis, simbolis, dan imajinatif yang pastinya membutuhkan pemahaman mendalam. Akibat kurangnya edukasi juga, beberapa anak muda mengalami kesulitan dalam memahami bahasa puisi yang terkesan kompleks membuat mereka merasa malas dan akhirnya memilih untuk tidak menyukai puisi.

Baca juga: Melihat Sastra Indonesia dari Kacamata Gen Z

Upaya meningkatkan minat pada puisi pada anak muda

1. Menanamkan mindset puisi itu mudah

Penanaman mindset dapat dilakukan sejak bangku sekolah dasar. Dalam hal ini, guru berperan dalam proses belajar mengajar tentang puisi dengan metode pembelajaran yang efektif dan menarik, seperti melalui permainan, musik, atau film.

Guru berperan menanamkan mindset sejak kecil mengenai puisi itu mudah dan indah dengan memberikan pemahaman dasar tentang bentuk puisi, teknik sastra, analisis puisi, dan membaca puisi secara langsung.

2. Mulai dengan membaca puisi yang relate

Biasanya, anak muda jika mendapatkan sesuatu quotes atau kata-kata yang relate dengan kehidupan pribadinya akan lebih mudah untuk memahami arti dari puisi atau dalam istilah gaul, lebih ngena ke dalam hati. Ini bisa menjadi awal yang baik untuk mulai menyukai puisi.

3. Bergabung atau ikut dengan komunitas puisi

Komunitas puisi akan memberikan kamu banyak motivasi untuk lebih menyukai puisi. Bersama komunitas tersebut, kamu juga bisa mulai belajar memahami isi puisi serta belajar untuk menulis sebuah puisi yang indah.

Nah, itulah tadi fenomena mengenai menurunnya minat puisi pada anak muda. Marilah kita jadikan Hari Puisi Nasional ini sebagai momentum untuk memulai lagi usaha kita dalam menumbuhkan kecintaan terhadap puisi pada anak muda. Puisi dapat menjadi sumber inspirasi dan hiburan bagi anak muda, serta membantu mereka untuk memahami nilai-nilai luhur dan budaya bangsa.

Editor: Iska Pebrina

krubisa

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *